
KabarMakassar.com – Perum Bulog menegaskan tidak akan mentolerir praktik pengoplosan beras yang melanggar ketentuan mutu dan kemasan.
Penegasan ini disampaikan langsung oleh Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita, dalam keterangannya di Makassar, Rabu (30/07).
Menurut Febby, istilah oplosan dalam dunia perberasan memang bisa dimaknai sebagai bentuk pencampuran atau mixing yang netral, namun menjadi masalah jika dilakukan tanpa memperhatikan standar mutu dan transparansi. Dalam konteks itu, kata dia, Bulog mengambil sikap tegas.
“Ya tentunya dengan kondisi ini kita tidak mentolerir para pengusaha ataupun siapapun yang melakukan pengoplosan dengan diksi negatif. Karena oplosan ini kalau kita lihat ada juga arti dari pencampuran. Tapi, kalau tidak sesuai aturan dan menyesatkan konsumen, itu tidak bisa diterima,” ujar Febby.
Ia menegaskan bahwa dalam setiap proses distribusi pangan, Bulog menjunjung prinsip standar utuh yakni konsistensi antara label kemasan dan kualitas isi. Ini artinya, jika beras dikemas sebagai produk premium, maka isinya pun harus memenuhi standar premium sesuai regulasi.
“Kalau untuk preferensi konsumen, sepanjang dia tidak keluar dari standar utuh, dalam satu kemasan itu harus dipatuhi. Misalnya kemasannya premium, ya isinya harus premium. Jangan sampai isinya di bawah itu,” tegasnya.
Bulog juga menekankan pentingnya edukasi dan pengawasan berlapis dalam rantai produksi hingga distribusi. Febby mengatakan bahwa pihaknya telah menginstruksikan seluruh unit produksi dan distribusi Bulog untuk menjalankan protokol mutu secara ketat.
“Kalau memang ada yang nggak sesuai, kita tarik. Tapi alhamdulillah sejauh ini kita coba mitigasi itu semua dengan memberitahu kepada seluruh bagian produksi Bulog untuk mematuhi aturan yang sudah ditentukan,” ujarnya.
Dalam upaya menjaga integritas produk pangan, pengawasan tidak hanya dilakukan oleh internal Bulog. Keterlibatan Satgas Pangan dinilai sangat penting sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menindak tegas pelanggaran di lapangan.
“Bulog sangat konsen terhadap standar utuh. Tapi untuk penindakan, sudah ada yang berwenang, dalam hal ini Satgas Pangan. Mereka punya mandat untuk menindaklanjuti semuanya,” lanjut Febby.
Febby menegaskan bahwa keberpihakan Bulog kepada konsumen menjadi dasar dari seluruh prosedur yang dijalankan. Praktik-praktik penyimpangan, seperti mencampur beras kualitas rendah dengan label kualitas tinggi tanpa informasi yang jujur, dianggap merusak kepercayaan publik dan bisa berdampak hukum.
Ia juga menambahkan, ke depan Bulog akan terus memperkuat kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan aparat hukum dan lembaga pengawas mutu, demi memastikan setiap produk pangan yang disalurkan ke masyarakat memenuhi kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Kepercayaan publik itu mahal. Dan bagi kami, menjaga kepercayaan masyarakat terhadap produk Bulog adalah prioritas. Jadi tidak ada ruang untuk praktik-praktik yang menyesatkan,” pungkasnya.