Kondisi TPA Tamangapa Antang (Dok: Sinta KabarMakassar).KabarMakassar.com — Proyek ambisius Pembangkit Sampah Energi Listrik (PSEL) atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Makassar kembali memantik perhatian.
Terlebih, kabar terbaru menyebut bahwa Makassar tidak lagi masuk dalam daftar sepuluh daerah prioritas pembangunan PSEL tahap pertama yang ditetapkan pemerintah pusat.
Kondisi ini membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar kini berada dalam posisi menunggu. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar Helmy Budiman menyatakan masih menanti kepastian regulasi baru dari pemerintah pusat terkait arah kebijakan nasional pengelolaan sampah berbasis energi tersebut.
Namun di balik ketidakpastian itu, muncul kekhawatiran dari kalangan akademisi dan pemerhati lingkungan terhadap arah pembangunan proyek ini, khususnya terkait penentuan lokasi dan kesiapan sistem pengelolaan.
Pakar Lingkungan Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Anwar Daud, menilai proyek PSEL di Makassar memang sudah sangat mendesak untuk direalisasikan, mengingat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa kini berada di fase kritis.
Kapasitasnya hampir penuh, sementara sistem open dumping yang digunakan selama ini sudah tidak sesuai dengan standar lingkungan modern.
Namun, Prof. Anwar mengingatkan agar pemerintah tidak mengambil keputusan terburu-buru hanya demi mengejar target pembangunan. Menurutnya, setiap langkah harus melalui kajian komprehensif, terutama dalam menentukan lokasi pembangunan.
“Kalau soal pengelolaan sampah, itu bagus dan penting. Tapi yang jadi masalah sekarang adalah lokasinya,” tegas Prof. Anwar saat dimintai tanggapan, Jumat (10/10).
Ia menilai, rencana pembangunan PSEL di sekitar kawasan Jalan Tol dan Kawasan Industri Makassar (KIMA) tidaklah tepat. Lokasi tersebut dinilai terlalu dekat dengan kawasan padat penduduk dan kompleks perumahan elit seperti CitraLand dan Armada Estate.
Selain berpotensi menimbulkan pencemaran udara dan kebisingan, kawasan itu juga dikenal rawan macet serta tidak memiliki sarana penunjang pengelolaan limbah yang memadai.
“Di sana banyak perumahan, ada Armada, ada CitraLand, ada kawasan industri KIMA. Belum lagi macet. Itu lokasi sangat tidak cocok,” ujarnya.
Prof. Anwar mengingatkan, persoalan penolakan warga sekitar lokasi seperti di Mula Baru dan Tamalalang beberapa waktu lalu seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah untuk meninjau ulang rencana pembangunan.
Ia menyarankan agar proyek PSEL dibangun lebih dekat dengan kawasan TPA lama, atau di lokasi yang memiliki jarak aman dari permukiman warga untuk mengurangi dampak sosial dan lingkungan.
Selain lokasi, Prof. Anwar menekankan pentingnya kesiapan sistem pengelolaan dan teknologi pengolahan sampah agar proyek ini tidak malah menimbulkan masalah kesehatan baru bagi masyarakat.
“Kalau mau jadikan listrik dari sampah, harus ada proses yang matang. Tidak bisa langsung dibakar. Kalau langsung dibakar, bisa muncul racun di udara, terutama dioksin dari pembakaran plastik. Itu sangat berbahaya bagi kesehatan,” jelasnya.
Ia menyoroti, salah satu kesalahan klasik dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia adalah kecenderungan pemerintah lebih fokus pada pembangunan fisik proyek tanpa kesiapan sistem dan infrastruktur pendukung seperti pemilahan sampah di sumber dan pengelolaan emisi.
“Pemerintah kita ini kadang tidak terlalu pro-lingkungan. Izin keluar, tapi perencanaannya tidak matang. Akhirnya menimbulkan masalah baru,” tuturnya kritis.
Menurut Prof. Anwar, pemerintah perlu mengingat bahwa berdasarkan regulasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sistem open dumping di seluruh TPA Indonesia harus dihentikan paling lambat tahun 2029.
Dengan demikian, Makassar tidak memiliki banyak waktu untuk menyiapkan sistem pengelolaan sampah baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“TPA Tamangapa itu sebenarnya sudah dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Makanya paling lambat tahun 2029 Makassar harus punya sistem pengelolaan sampah baru,” ujarnya menegaskan.
Meski demikian, Prof. Anwar tetap optimistis. Ia menilai, dengan perencanaan matang, PSEL bisa menjadi solusi strategis jangka panjang bagi krisis sampah di Makassar, sekaligus membantu menciptakan energi bersih dari sumber lokal.
Namun, keberhasilan proyek ini akan sangat bergantung pada tiga hal: lokasi yang tepat, sistem yang terintegrasi, dan komitmen kuat pemerintah dalam pengawasan lingkungan.
“PSEL bisa jadi solusi, tapi hanya kalau dikelola dengan benar. Jangan hanya kejar proyek, tapi abaikan aspek sosial dan kesehatannya,” tutupnya.


















































