Dinkes Makassar Ingatkan Warga Soal Ancaman Leptospirosis di Musim Hujan

2 weeks ago 13
Dinkes Makassar Ingatkan Warga Soal Ancaman Leptospirosis di Musim Hujan Ilustrasi Banjir (Dok: KabarMakassar).

KabarMakassar.com — Dinas Kesehatan (Dinkes) Makassar mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman penyakit leptospirosis yang berpotensi meningkat selama musim hujan.

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira ini menular melalui air atau tanah yang terkontaminasi urine hewan, terutama tikus, dan dapat berakibat fatal jika tidak segera ditangani.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Makassar, dr. Andi Mariani, mengatakan bahwa penularan leptospirosis cenderung meningkat saat curah hujan tinggi dan banyak terjadi genangan air di lingkungan warga. Kondisi ini memungkinkan bakteri bertahan lebih lama di air dan mudah masuk ke tubuh manusia melalui luka terbuka di kulit.

“Kalau musim penghujan, suhu udara turun dan banyak genangan air. Tubuh yang imunitasnya lemah lebih mudah terserang penyakit. Leptospirosis ini sering tidak disadari, padahal bisa lebih berbahaya daripada demam berdarah,” ujar dr. Nani, sapaan akrabnya, Selasa (04/11).

Menurutnya, sebagian besar masyarakat masih menganggap sepele penyakit leptospirosis. Padahal, tingkat kematian atau fatality rate penyakit ini bisa mencapai 75 persen pada kasus yang sudah terkonfirmasi.

Ia menilai kondisi ini diperparah oleh kebiasaan warga yang tetap beraktivitas tanpa perlindungan saat banjir, bahkan membiarkan anak-anak bermain di air genangan.

“Orang sering tidak sadar kalau air genangan bisa mengandung kencing tikus yang membawa bakteri Leptospira. Kalau ada luka, meski kecil dan tidak terlihat, bakteri bisa langsung masuk ke tubuh,” jelasnya.

dr. Nani menjelaskan, leptospirosis kerap menyerang warga yang sering bersentuhan dengan air kotor atau banjir tanpa menggunakan alas kaki. Ia mencontohkan, kegiatan bersih-bersih rumah pascabanjir tanpa pelindung kaki merupakan salah satu penyebab utama penularan.

“Bersih-bersih tanpa alas kaki itu berisiko tinggi. Anak-anak yang main air banjir juga berisiko sama, apalagi kalau ada luka kecil di kaki atau tangan,” tegasnya.

Salah satu tantangan dalam mendeteksi leptospirosis, lanjutnya, adalah gejala awal yang mirip dengan penyakit lain seperti demam berdarah, flu, atau hepatitis. Pasien biasanya mengalami demam tinggi, nyeri otot, sakit kepala, dan perubahan warna urine menjadi kecokelatan seperti teh.

“Kalau kencingnya berwarna seperti teh, itu tanda bahwa ginjal mulai terganggu. Banyak orang salah mengira hepatitis atau demam biasa, padahal itu sudah gejala leptospirosis,” jelasnya.

Gejala lain yang bisa muncul antara lain mata kuning, mual, muntah, dan nyeri pada betis. Bila tidak segera mendapatkan perawatan medis, infeksi dapat berkembang cepat menyerang organ vital seperti hati, ginjal, dan paru-paru.

Tiga tahun terakhir, indikasi kasus leptospirosis tercatat muncul di sejumlah wilayah rawan banjir di Makassar, seperti Paccerakkang, Tamalanrea, dan Manggala. Dinkes Kota Makassar terus memantau situasi tersebut melalui koordinasi dengan puskesmas dan tim surveilans di lapangan.

Sebagai langkah antisipasi, Dinkes menekankan pentingnya pola hidup bersih dan sehat (PHBS), serta kebiasaan menggunakan pelindung tubuh saat beraktivitas di lingkungan basah.

“Gunakan sepatu bot atau sandal tertutup saat membersihkan rumah setelah banjir. Jangan biarkan anak-anak bermain air genangan, karena kita tidak tahu kandungan air itu,” imbaunya.

Selain itu, masyarakat juga diminta menjaga kebersihan lingkungan dan mengendalikan populasi tikus, sebagai hewan pembawa utama bakteri penyebab leptospirosis.

Dinkes Makassar juga mengimbau warga yang mengalami demam setelah terpapar air banjir atau genangan untuk segera memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat membantu dokter memastikan apakah gejala tersebut mengarah ke leptospirosis.

“Kalau ada riwayat kontak dengan air banjir dan muncul demam, jangan tunggu lama. Segera ke puskesmas untuk diperiksa. Deteksi dini sangat penting untuk mencegah komplikasi berat,” katanya.

dr. Nani menegaskan bahwa meskipun leptospirosis berbahaya, penyakit ini sepenuhnya dapat dicegah jika masyarakat memahami cara penularannya dan menerapkan langkah pencegahan dasar.

“Leptospirosis tidak menular dari manusia ke manusia. Faktor utama penularannya adalah lingkungan dan perilaku. Kalau warga disiplin menjaga kebersihan dan berhati-hati saat musim hujan, penyakit ini bisa dihindari,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news