Diskusi Ekspansi Sawit di Sulselbar, FSRG Dorong Keterbukaan Data Informasi

1 month ago 20
Diskusi Ekspansi Sawit di Sulselbar, FSRG Dorong Keterbukaan Data InformasiDiskusi dan Konferensi Pers Mendata terkait Ekspansi Kelapa Sawit di Sulsel dan Sulbar (Dok : Dini KabarMakassar).

KabarMakassar.com — Forest and Society Research Group (FSRG), Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin berkolaborasi dengan RECOFTC menggelar diskusi dan press conference terkait hasil temuan awal dari pendataan dan pemetaan ekspansi kelapa sawit di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar) yang berlangsung di Qudeta Cafe, Rabu (30/07).

Perwakilan FSRG, Fika mengatakan kegiatan ini merupakan ruang dialog terbuka bagi publik, media, dan para pemangku kepentingan untuk bersama-sama membahas dinamika dan tantangan ekspansi sawit, serta mencari solusi menuju tata kelola yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

“Kami coba menyediakan data dengan melakukan pemetaan dengan resolusi tinggi yang standarnya lebih bagus dan juga lebih detail. Tidak hanya berapa luasan sawit tapi lebih kepada bagaimana sejarah komoditas ini berjalan,” ungkapnya.

Dalam beberapa dekade terakhir, ekspansi industri kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dan masif. Sulawesi, sebagai salah satu kawasan strategis di luar pulau Sumatera dan Kalimantan, mulai menjadi wilayah sasaran baru untuk perluasan perkebunan kelapa sawit.

Secara khusus, Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat menjadi titik penting dalam peta ekspansi sawit. Namun, perluasan ini tidak selalu disertai dengan keterbukaan data, partisipasi masyarakat lokal, atau pertimbangan dampak lingkungan dan sosial yang menyeluruh.

Perwakilan Bappelitbangda Sulsel, Inyo menjelaskan bahwa pihaknya sedang menyusun dokumen Road Map Ekonomi Biru, memastikan pembangunan di perairan maupun darat menjamin keberlangsungan lingkungan.

Selain itu, dokumen kedua Road Map Ekonomi Hijau, arahnya meningkatkan kesejahteraan yang dirasakan secara keberlanjutan

“Kami memastikan bahwa yang dilakukan memerhatikan tiga komponen yakni pembangunan ekonomi, masyarakat sejahtera dan lingkungan terjaga,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa tantangan kelapa sawit adalah deforestasi. Kelapa sawit komoditi yang banyak menerap unsur hara dan sumber air. Sementara air adalah kebutuhan yang berpengaruh terhadap seluruh sektor.

Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi, Ali Bahri menjelaskan bahwa perkebunan sawit di Sulsel dan Sulbar banyak dikelola oleh korporasi seperti PTPN.

Menurutnya, perusahaan mestinya menjalankan pengelolaan sawit sesuai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diajukan saat perizinan, sehingga kemungkinan tidak mengakibatkan dampak bagi sekitar.

“Gakkum itu melakukan pencegahan pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas kawasan hutan yang dilakukan tanpa izin. Gakkum mengawasi ketaatan perizinan yang diterbitkan untuk di kawasan hutan,” sebutnya.

Ia menyebut aspek hukum hadir untuk mengingatkan agar jangan semena-semena dalam ekspansi hutan dan mendorong adanya pengawasan dari berbagai pihak.

Jurnalis Lingkungan, Eko Rusdianto mencontohkan sulitnya mengakses data dan informasi soal ekspansi sawit di Sulsel maupun Sulbar.

Selama meliput soal sawit, ia bahkan telah melayangkan 4 kali gugatan ke Komisi Informasi Publik soal data ekspansi yang tidak diberikan oleh perusahaan dalam hal ini PTPN.

“Kita tidak punya satu pintu untuk mengakses informasi semua. Di dinas pun mereka tidak membuka data itu,” ungkapnya.

Ia pun membeberkan banyak dampak negatif dari kehadiran ekspansi sawit. Contohnya bau tak sedap yang mengganggu setiap kali pengendara lewat di Desa Lagego Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur dimana pabrik sawit tak jauh dari jalan poros.

Selain itu, gugatan warga di Desa Mantadulu Kecamatan Angkona di Kabupaten Luwu Timur dimana sekitar 300 hektar lahan milik warga masuk salam wilayah proyek kelapa sawit PTPN.

Ia pun menyayangkan sikap pemerintah yang masih mendukung dan menyelamatkan proyek ekspansi sawit sementara di berbagai negara seperti Eropa telah melarang produk hasil deforestasi.

“Kita paham bahwa kita butuh sawit, kita butuh minyak goreng tapi bukan disitu intinya. Trend negatif sawit sudah kita lihat, Eropa bahkan telah melarang produk hasil deforestasi,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news