DPD Soroti Ketimpangan Investasi di Daerah

2 weeks ago 18
DPD Soroti Ketimpangan Investasi di Daerahilustrasi investasi (dok. KabarMakassar)

KabarMakassar.com — Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menyoroti masih timpangnya penyebaran investasi antarwilayah di Indonesia. Meskipun realisasi investasi nasional hingga Triwulan III 2025 mencapai Rp1.434,3 triliun atau 75,3 persen dari target nasional, empat dari sepuluh provinsi tujuan investasi terbesar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Ketua Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi, menilai capaian tersebut memang menunjukkan efektivitas kebijakan hilirisasi pemerintah, namun belum diikuti pemerataan yang memadai di luar Jawa.

“Capaian ini menunjukkan kinerja positif dan efektivitas kebijakan hilirisasi yang dijalankan pemerintah. Namun, tantangan pemerataan masih menjadi pekerjaan rumah bersama karena empat dari sepuluh provinsi tujuan investasi terbesar masih didominasi wilayah di Pulau Jawa,” ujarnya.

Menurut Nawardi, kontribusi investasi terhadap penyerapan tenaga kerja nasional yang mencapai 1,96 juta orang harus diiringi dengan peningkatan kualitas dan pemerataan proyek investasi di luar Jawa.

“Kualitas investasi perlu ditingkatkan agar tidak hanya tumbuh secara nominal, tetapi juga memberikan nilai tambah di daerah dan menciptakan lapangan kerja baru yang merata,” tegasnya.

Isu ketimpangan investasi juga disampaikan oleh anggota DPD RI dari Nusa Tenggara Barat, Evi Apita Maya. Ia menilai data nasional yang menunjukkan keseimbangan antara investasi Jawa dan luar Jawa belum sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan.

“Meskipun secara nasional data menunjukkan investasi antara Jawa dan luar Jawa relatif seimbang, tetapi kesenjangan masih terjadi. Daerah luar Jawa masih membutuhkan perhatian lebih melalui kebijakan afirmatif seperti zona prioritas investasi, tax holiday, dan insentif daerah. Kami di DPD RI siap menjadi mitra pemerintah dalam memperkuat pelaksanaan kebijakan investasi dan hilirisasi di daerah,” ujarnya.

Selain isu pemerataan, DPD RI juga menyoroti aspek sosial dan lingkungan dalam pelaksanaan investasi. Anggota DPD RI dari DKI Jakarta, Fahira Idris, menekankan pentingnya mitigasi sosial dalam proyek pengelolaan sampah menjadi energi listrik (waste to energy).

“Mitigasi sosial perlu diperhatikan untuk memastikan proyek waste to energy berjalan dengan mekanisme partisipasi masyarakat yang jelas. Banyak daerah belum siap secara teknis dan kapasitas sumber daya manusianya masih belum memadai. Apakah Kementerian memiliki program capacity building bagi daerah untuk mendukung investasi ramah lingkungan?” tanya Fahira.

Dari Papua Selatan, anggota DPD RI Rudy Tirtayana menyoroti lemahnya pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan kemitraan dengan masyarakat lokal, terutama di sektor perkebunan.

“Kami menemukan perusahaan perkebunan sawit di Papua Selatan yang tidak menjalankan kewajiban pembangunan kebun plasma bagi masyarakat. Kami meminta Kementerian Investasi untuk menegur perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya. Investasi harus berpihak kepada masyarakat lokal, bukan sebaliknya,” tegas Rudy.

Menanggapi berbagai masukan tersebut, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu menegaskan bahwa pemerintah berupaya memperkuat pemerataan investasi dengan memperluas basis hilirisasi di berbagai sektor dan wilayah.

“Pertumbuhan ekonomi nasional sangat ditopang oleh konsumsi rumah tangga sekitar 55 persen dan ekspor 16 persen. Karena itu, serapan investasi menjadi faktor penting dalam mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Todotua menyebut, realisasi investasi hilirisasi Januari–September 2025 mencapai Rp431,4 triliun atau 30,1 persen dari total realisasi investasi nasional, dengan pertumbuhan 58,1 persen secara tahunan.

“Fokus pemerintah saat ini adalah memperluas basis hilirisasi di luar sektor mineral, termasuk pada komoditas strategis seperti kelapa dan rumput laut, agar manfaat ekonomi dapat dirasakan secara luas di daerah,” tambahnya.

Dia juga menegaskan komitmen pemerintah mempercepat proses perizinan berusaha melalui mekanisme fiktif positif, dengan batas waktu maksimal 28 hari kerja untuk 132 jenis layanan. Namun, aspek teknis seperti Amdal, KKPR, dan PBG tetap harus mematuhi ketentuan sektoral masing-masing kementerian.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news