
KabarMakassar.com — Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), menyoroti serius beredarnya tayangan animasi bernuansa LGBT yang tersedia di platform Netflix dan dikonsumsi anak-anak di berbagai negara, termasuk potensi akses di Indonesia.
Ia menilai hal ini sebagai ancaman serius terhadap moralitas dan perlindungan anak bangsa yang diamanatkan oleh konstitusi.
Hidayat menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjaga generasi muda dari konten yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan agama.
“Jelas bahwa UU Perlindungan Anak menegaskan hak anak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang harus sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Pemerintah Indonesia harus berperan aktif menjaga hal ini di antaranya dengan memastikan anak-anak tidak menerima tayangan di luar martabat kemanusiaan seperti konten LGBT,” ujarnya, dalam keterangan, Rabu (08/10).
Isu ini mencuat secara global setelah Elon Musk menyoroti adanya konten animasi bermuatan LGBT di Netflix yang ditujukan untuk anak-anak. Hal tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk di Indonesia.
Politisi Fraksi PKS ini meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk segera mengambil langkah konkret dengan mewaspadai, mencegah, bahkan melarang tayangan semacam itu beredar di layanan digital Indonesia.
Ia juga mendesak pemerintah menyediakan perangkat penyaring serta menghadirkan alternatif tontonan yang lebih mendidik dan ramah anak.
“Momentum ini bisa digunakan Pemerintah untuk tidak hanya memanggil Netflix, tapi juga Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lain seperti Google, Meta, Twitter, dan lainnya untuk menyepakati komitmen perlindungan anak di ruang digital,” kata Hidayat.
Ia menambahkan, ancaman konten bermuatan pornografi dan LGBT tidak hanya ada di platform film digital, tetapi juga marak di media sosial, termasuk Twitter/X.
Menurutnya, pengawasan lintas platform menjadi kunci utama agar anak-anak tidak terpapar hal-hal yang dapat merusak moral dan karakter mereka.
Data terbaru yang dikutip dari Wakil Menteri Komdigi pada 3 Oktober 2025 menunjukkan, Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia dalam kasus eksploitasi seksual anak di ruang digital dengan jumlah mencapai 1,4 juta kasus. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 41 pengaduan terkait anak korban pornografi dan kejahatan dunia maya, termasuk perundungan dan kekerasan seksual digital.
“Bayangkan, tayangan animasi yang seharusnya menjadi ruang aman dan edukatif justru dijadikan sarana penyebaran kampanye seksualitas menyimpang. Ini pelanggaran serius terhadap nilai agama dan hukum kita,” tegasnya.
Hidayat juga mendorong Kementerian Agama sebagai mitra kerja Komisi VIII DPR RI untuk memperkuat koordinasi lintas kementerian dalam mencegah penyebaran konten berbahaya tersebut. Ia menilai seluruh lembaga negara memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
“Indonesia sebagai negara beragama harus tegas menolak kampanye LGBT dan semua bentuk eksploitasi seksual, terutama yang menyasar anak-anak. Anak-anak adalah modal utama menuju Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Menurutnya, pekerjaan rumah bangsa di bidang perlindungan anak masih sangat besar, mulai dari kasus kekerasan seksual, perundungan, KDRT, hingga perdagangan orang. Karena itu, ia menilai tak seharusnya negara menambah beban tersebut dengan membiarkan kampanye terselubung dalam bentuk tayangan hiburan anak.
“Kalau pemerintah lalai, maka kita bukan hanya kehilangan moralitas generasi muda, tapi juga menggagalkan cita-cita Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.