Gedung DPR RI (Dok: Kabar Makassar).KabarMakassar.com — Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) segera menyesuaikan struktur dan penempatan personelnya setelah Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil.
Penegasan ini disampaikan menyusul keluarnya putusan perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menguji Pasal 28 ayat (3) serta Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’. pada Penjelasan Pasal 28 ayat (3) sebagai inkonstitusional. Konsekuensinya, anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan sipil apabila sudah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Dengan demikian, celah aturan yang sebelumnya memungkinkan penugasan Kapolri untuk menempatkan polisi aktif pada jabatan sipil kini tidak lagi sah secara konstitusional.
Abdullah menyambut baik kejelasan norma tersebut dan menegaskan bahwa Polri harus segera menindaklanjuti ketentuan baru ini tanpa pengecualian. Menurutnya, putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga tidak boleh ditunda pelaksanaannya oleh institusi mana pun.
“Polisi harus mematuhi dan melaksanakan putusan MK yang final dan binding. Sejak putusan ini keluar, polisi aktif yang menduduki jabatan sipil harus bersiap. Jika ingin tetap di jabatan sipil, mereka harus pensiun dari Polri,” tegas Abdullah dalam keterangan, Minggu (16/11).
Ia menambahkan, bagi anggota Polri yang tidak memilih pensiun, konsekuensinya adalah meninggalkan seluruh jabatan sipil yang sedang mereka emban dan kembali menjalankan tugas sesuai struktur organisasi Polri.
“Penertiban ini penting untuk menjaga profesionalitas dan batas kewenangan antarlembaga negara,”
Politisi Fraksi PKB itu menegaskan bahwa penempatan polisi aktif dalam jabatan sipil kerap menimbulkan masalah, seperti tumpang-tindih kewenangan, potensi dominasi berlebihan oleh aparat, serta terganggunya prinsip checks and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan adanya putusan MK ini, Abdullah berharap tidak ada lagi ambiguitas dalam interpretasi aturan. Ia menilai kejelasan norma akan membantu setiap institusi menjalankan fungsi masing-masing secara lebih terukur, akuntabel, dan sesuai batas kewenangan yang ditetapkan konstitusi.
Sebelumnya, Hakim MK Ridwan Mansyur dalam pertimbangan hukumnya menegaskan bahwa seluruh substansi UU Polri harus dimaknai selaras dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945. Pasal tersebut menyebutkan bahwa kepolisian adalah alat negara yang berfungsi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi dan mengayomi masyarakat, serta menegakkan hukum fungsi yang menurut MK semestinya tidak dicampuradukkan dengan jabatan sipil.
Putusan MK ini dinilai menjadi langkah penting dalam mempertegas netralitas Polri dan memastikan pemisahan kewenangan antarlembaga negara berjalan sesuai prinsip konstitusi.


















































