
KabarMakassar.com — Polemik kewajiban pembayaran royalti musik yang dalam beberapa bulan terakhir menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan pelaku usaha, akhirnya mendapat respons tegas dari DPR RI.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memastikan pihaknya sedang menyiapkan langkah penyelesaian agar aturan tidak lagi membebani pemilik usaha kecil hingga menengah.
“Dalam sehari dua hari ke depan akan ada pengumuman resmi. Jadi tunggu saja. Sementara itu, jangan khawatir untuk memutar musik,” kata Dasco di Jakarta, Selasa (19/08).
Dasco menjelaskan, hak cipta musik sejatinya bertujuan melindungi dan memberi manfaat bagi pencipta lagu. Namun, penerapan aturan royalti belakangan dinilai sudah melampaui batas kewajaran hingga menimbulkan beban baru bagi masyarakat maupun pelaku usaha.
“Royalti hak cipta itu bukan untuk kepentingan selain penciptanya. Tapi kalau kita lihat penerapannya kemarin-kemarin, menurut saya sudah di luar kewajaran,” tegas Ketua Harian DPP Partai Gerindra tersebut.
Karena itu, Dasco meminta para pemilik kafe, restoran, hingga usaha transportasi tidak perlu takut untuk memutar musik di tempat usahanya. Ia menegaskan, aturan yang berlaku saat ini masih bisa ditoleransi, sembari menunggu regulasi baru yang lebih jelas dari pemerintah dan DPR.
“Putar aja musiknya, jangan takut. Ada peraturan menteri yang masih wajar. Tapi kita sedang siapkan langkah penyelesaian yang lebih komprehensif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dasco menyebutkan salah satu opsi yang sedang dibahas DPR adalah revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Revisi ini dinilai penting untuk memberikan kepastian hukum sekaligus mencegah multitafsir yang merugikan pelaku usaha.
“Kementerian Hukum sudah menertibkan struktur dan komposisi LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional). Tinggal menunggu payung hukum yang lebih permanen melalui revisi UU Hak Cipta,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, kewajiban membayar royalti musik diatur dalam UU Hak Cipta 2014. Aturan tersebut mewajibkan pembayaran royalti atas pemutaran musik di ruang publik, mulai dari hotel, kafe, restoran, hingga transportasi umum. Kondisi ini membuat sebagian pelaku UMKM memilih berhenti memutar musik untuk menghindari beban tambahan biaya, meski musik kerap menjadi daya tarik penting bagi pelanggan.
Dengan sikap DPR RI yang menegaskan tidak perlu ada kekhawatiran untuk memutar musik sembari menunggu regulasi baru, pelaku usaha pun kini memiliki kepastian sementara. Harapannya, revisi undang-undang nanti dapat menghadirkan keadilan bagi kedua belah pihak: pencipta lagu tetap terlindungi, sementara pelaku usaha tidak terbebani aturan yang dianggap memberatkan.