Taksi listrik yang beroperasi di Makassar (dok. Ist)KabarMakassar.com — Tingginya biaya transportasi publik yang membebani masyarakat menjadi catatan dari Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda kepada Kementerian Perhubungan.
Dia menilai ongkos transportasi di berbagai wilayah Indonesia telah melampaui standar ideal internasional dan membutuhkan intervensi serius dari pemerintah pusat.
Kondisi ini dinilai berdampak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat, terutama di kawasan perkotaan yang memiliki ketergantungan tinggi pada mobilitas harian.
Dalam rapat kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan pada Selasa (18/11), Huda menekankan bahwa isu mahalnya biaya transportasi sudah lama menjadi beban masyarakat dan harus segera ditangani melalui kebijakan yang terukur.
“Saya ingin mengulang lagi apa yang dulu pernah saya sampaikan menyangkut soal isu mahalnya ongkos transportasi yang harus dikeluarkan oleh publik kita, yang di atas rata-rata standar internasional,” ujarnya.
Huda mencontohkan bahwa di sejumlah kota besar, masyarakat harus menghabiskan sebagian besar pendapatannya hanya untuk kebutuhan mobilitas.
Angka pengeluaran transportasi di beberapa wilayah bahkan mencapai 14 hingga 16 persen dari biaya hidup bulanan, jauh di atas rekomendasi internasional yang menetapkan batas maksimal 10 persen.
“Di Bekasi itu rata-rata masyarakat harus mengeluarkan anggaran untuk transportasinya hampir Rp1,9 juta dari biaya hidup bulanan. Jadi Rp1,9 juta yang harus dikeluarkan oleh masyarakat Bekasi Raya, Depok, dan seterusnya,” ungkap Huda.
Huda menegaskan bahwa masalah biaya transportasi tidak hanya terjadi di kawasan tersebut. fenomena serupa disebutnya terjadi juga di berbagai kota di Indonesia yang menghadapi tingginya biaya mobilitas akibat belum optimalnya konektivitas, integrasi moda, dan dukungan fiskal daerah.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Huda mendorong Kementerian Perhubungan membangun proyek percontohan di kota-kota dengan ongkos transportasi tertinggi.
Menurutnya, upaya ini dapat menjadi model bagi daerah lain dalam menurunkan biaya transportasi melalui kebijakan terpadu dan perbaikan jaringan transportasi publik.
“Saya membayangkan Pak Menteri, kayaknya kita perlu semacam pilot project, paling tidak dari 10 kota di Indonesia yang tingkat kemahalan biaya transportasinya cukup tinggi ini. Karena rata-rata kurang lebih Rp1,9 juta itu prosentase hampir menyentuh 14-16 persen. Sementara standar internasional harus di bawah 10 persen lah,” ujarnya.
Huda menilai bahwa jika biaya transportasi bisa ditekan, masyarakat dapat mengalihkan sebagian pengeluaran mereka untuk kebutuhan kesejahteraan lainnya.
Dia menyebut bahwa kebijakan penurunan biaya transportasi dapat menjadi salah satu warisan penting Kemenhub dalam memperbaiki struktur biaya hidup masyarakat.
“Artinya dengan pengurangan biaya cost transportasi publik, saya kira kemudian hari bisa dialihkan untuk item kesejahteraan masyarakat di bidang yang lainnya. Saya mendorong ada pilot project ini supaya kira-kira kita punya standar kota di mana transportasinya itu murah,” tegasnya.
Dia juga meyakini bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dapat membuka ruang pembiayaan yang lebih besar dalam menekan biaya transportasi. Huda menilai bahwa dukungan fiskal melalui APBD dan APBN dapat memperkuat upaya menuju kota dengan transportasi publik yang lebih terjangkau.
Huda juga menyinggung arahan Presiden terkait penyediaan akses transportasi publik bagi pelaku usaha kecil, termasuk penggunaan kereta api sebagai sarana distribusi. Dia menilai kebijakan tersebut satu garis dengan tujuan menurunkan beban transportasi masyarakat secara nasional.
Lebih jauh, dia meyakini bahwa penurunan biaya transportasi akan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, penghematan tersebut dapat dialihkan untuk kebutuhan vital seperti konsumsi keluarga dan pemenuhan gizi anak.
“Saya meyakini efek ke depannya adalah kesejahteraan masyarakat pasti akan lebih terjaga dan bahkan bisa meningkat kesejahteraan ketika cost ini bisa digeser untuk kebutuhan masyarakat di bidang yang lain,” tambahnya.
Huda menegaskan bahwa isu mahalnya biaya transportasi publik harus menjadi fokus utama kebijakan sektor perhubungan. Dia berharap Kemenhub menjadikan langkah penurunan beban mobilitas ini sebagai agenda prioritas nasional.
“Nah terkait dengan ini, saya kira perlu menjadi concern kita karena tema besar Kementerian Perhubungan menurut saya adalah menyangkut soal menekan biaya transportasi publik untuk mengakses berbagai moda transportasi di daerahnya masing-masing,” pungkas Huda.
Secara nasional, data Kementerian Perhubungan akhir Juli lalu menunjukkan bahwa rata-rata biaya transportasi masyarakat Indonesia mencapai 12,46 persen dari pendapatan.
Angka tersebut masih di atas standar ideal internasional sehingga memperkuat urgensi intervensi pemerintah dalam menekan biaya mobilitas di berbagai daerah.


















































