DPRD Sulsel Soroti Lonjakan Harga Beras di Tengah Surplus Produksi

1 month ago 18
DPRD Sulsel Soroti Lonjakan Harga Beras di Tengah Surplus ProduksiRDP Komisi B DPRD Sulsel Bersama Bulog, (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Komisi B DPRD Provinsi Sulawesi Selatan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama mitra terkait di Gedung Tower Lantai 4, Rabu (06/08), untuk membahas gejolak harga beras dan gabah yang dinilai tidak wajar oleh masyarakat, khususnya di daerah penghasil padi seperti Sulsel.

Ketua Komisi B, Andi Irma Azizah Wahyudiati, menyebut bahwa RDP ini lahir dari hasil reses para anggota dewan yang menemukan keresahan langsung dari masyarakat petani maupun konsumen.

“Urgensinya karena kemarin kami baru selesai reses. Banyak sekali temuan di lapangan, khususnya soal harga beras yang melonjak. Padahal sebelum reses pun kita sudah sering dengar keluhan ini. Tapi setelah melihat langsung kondisi di lapangan, kami sepakat untuk segera gelar RDP,” ujarnya.

Irma menyayangkan kondisi anomali yang terjadi di lapangan. “Kita ini daerah surplus beras, beras tumpah-tumpah di mana-mana, tapi kok malah harganya naik? Ini jadi pertanyaan besar yang perlu kita jawab bersama,” tambahnya.

Menurut Irma, temuan dari Bulog dan Satgas Pangan pada rapat ini memberi gambaran bahwa naiknya harga tidak bisa dilihat secara sederhana.

“Ternyata ada faktor-faktor teknis dan struktural. Misalnya soal harga gabah yang naik, HET yang belum disesuaikan, dan distribusi SPHP yang belum menyentuh desa-desa. Tapi kami tetap menilai, sebagai daerah penghasil, kondisi ini tidak boleh dibiarkan,” tegasnya.

Ia juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan OPD di lapangan akibat minimnya dukungan anggaran.

“Kami Komisi B ingin tekankan pentingnya penguatan anggaran operasional untuk OPD, terutama Dinas Perdagangan. Bagaimana mereka bisa turun memantau kalau ruang fiskal sangat kecil? Pengawasan tidak bisa efektif tanpa dukungan,” ujar Irma.

Ia komitmennya untuk terus mendorong penguatan distribusi, pengawasan, serta perlindungan terhadap petani dan konsumen.

“Masalah harga beras ini bukan hanya soal angka. Ini soal keadilan dan kesejahteraan rakyat Sulsel yang harus kita perjuangkan bersama,” tutup Irma.

Sementara itu, Anggota Komisi B, Suriadi Bohari, menegaskan bahwa keresahan soal harga beras sudah dirasakan sejak beberapa bulan lalu.

“RDP ini sebenarnya sudah lama direncanakan. Kawan kami, Heriawan, sudah sering menyuarakan soal ini setiap bulan. Karena itu kami ingin tahu langsung: kenapa harga beras bisa melonjak begitu drastis?” katanya.

Menurut Suriadi, walaupun belakangan harga mulai melandai karena bantuan pangan mulai disalurkan sejak pertengahan Juli dan musim panen sudah tiba, tetapi lonjakan harga sebelumnya telah menimbulkan keresahan luas.

“Kondisi di Sulsel ini bisa saja beda dengan di Jawa atau daerah lain. Tapi kita harus pastikan bahwa masyarakat Sulsel tidak jadi korban dari sistem distribusi yang tidak adil,” ujarnya.

Fahrurozi juga menyebut bahwa Bulog menyiapkan strategi penyerapan baru untuk musim gadu (Agustus–Oktober) sebanyak 100 ribu ton, dengan kesiapan penuh dari sisi gudang, SDM, dan pendanaan.

Saat ditanya soal kemungkinan SPHP disalurkan langsung ke pasar tanpa prosedur birokratis, ia menjawab tegas, “Semua penyaluran SPHP harus mengikuti petunjuk teknis dari Badan Pangan Nasional. Tidak bisa sembarang.”

Menjawab hal tersebut, Pemimpin Wilayah Perum Bulog Sulsel dan Sulbar, Fahrurozi, menyebut ada empat faktor utama penyebab kenaikan harga beras di Sulsel.

“Pertama, puncak panen sudah selesai. Kedua, ada kekhawatiran produsen karena isu-isu pengawasan yang membuat mereka takut menyuplai ke ritel modern. Ketiga, distribusi SPHP yang belum menjangkau desa. Dan keempat, kendala dalam sistem suplai itu sendiri,” ungkapnya.

Bulog, kata Fahrurozi, kini menggandeng TNI dan Polri untuk memperluas jangkauan SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) lewat program pangan murah di tingkat Polres, Kodim, Koramil, hingga Polsek.

“Ini upaya kita supaya beras SPHP bisa sampai langsung ke masyarakat yang membutuhkan,” jelasnya.

Terkait stok beras, ia menyebutkan bahwa Bulog Sulsel saat ini memiliki 505 ribu ton cadangan.

“Untuk kebutuhan stabilisasi harga dan bantuan pangan, stok ini bisa bertahan sampai 50 bulan. Tapi tetap, beras ini termasuk produk perishables (mudah rusak), jadi perawatan sangat penting. Kalau tidak dirawat, dalam 6 bulan kualitasnya bisa turun drastis,” Pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news