Fly Over Makassar Dikepung Mahasiswa, Tuntut 14 Agenda Perubahan

2 weeks ago 10

KabarMakassar.com — Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Makassar dari kampus UNM dan UIT Makassar menggelar aksi unjuk rasa di Fly Over Makassar, Senin (01/09) sore.

Massa mulai berkumpul sekitar pukul 15.30 Wita sambil membawakan orasi “Rebut Kedaulatan Rakyat Sekarang Juga!”

Dalam aksinya, mahasiswa menilai Indonesia saat ini dikendalikan oleh segelintir elit politik dan pemilik modal. Mereka menyebut kebijakan yang lahir tidak berpihak pada rakyat, melainkan hasil kesepakatan di meja perundingan kekuasaan.

Selain itu, mereka menyebut demokrasi kian menyempit, militerisme diperkuat, serta kebebasan sipil dan ruang kritik rakyat dibungkam.

Aksi ini kemudian merumuskan 14 tuntutan utama, di antaranya:

1. Menolak RKUHAP bermasalah.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menuai gelombang penolakan karena disusun secara tergesa-gesa dan minim partisipasi publik.

RKUHAP dinilai memperkuat kewenangan aparat, melemahkan peran advokat dan mengancam hak-hak warga negara yang dijamin dalam ICCPR (Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik).

2. Menolak pasal bermasalah dalam revisi UU Penyiaran.

Revisi Undang-Undang Penyiaran juga dinilai sarat masalah karena memuat pasal yang membatasi kebebasan pers yang dijamin pada pasal 28F UUD 1945, terutama larangan terhadap jurnalisme investigasi yang justru merupakan inti kerja pers dalam mengungkap kebenaran.

Jika disahkan, regulasi ini akan membawa pers Indonesia mundur ke era pembungkaman.

3. Mencabut UU TNI dan menegakkan supremasi sipil.

Sipil UU TNI yang berlaku hari ini dinilai masih menempatkan militer yang dominan dalam urusan sipil, padahal prinsip demokrasi menuntut supremasi sipil atas militer.

Keterlibatan aparat dalam proyek pembangunan dan urusan sipil hanya memperluas ruang kontrol militer di luar fungsi pertahanan, yang berisiko menekan kebebasan masyarakat.

4. Menghentikan intimidasi, kriminalisasi, dan represifitas terhadap gerakan rakyat.

Gelombang kriminalisasi terhadap aktivis, buruh, petani, mahasiswa masyaarakat miskin kota, hingga jurnalis memperlihatkan wajah negara yang anti-demokrasi.

Sampai dengan hari ini aksi protes dijawab dengan gas air mata, peluru, dan penangkapan semena-mena. Dengan itu, negara seharusnya menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul, bukan menebar teror untuk membungkam suara rakyat.

5. Menolak kenaikan tunjangan DPR.

Kenaikan tunjangan DPR adalah wajah dari politik elitis yang jauh dari penderitaan rakyat. Di saat masyarakat terbebani oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya kesehatan, dan pendidikan, para wakil rakyat justru menuntut kesejahteraan pribadi yang lebih besar.

6. Menolak penulisan ulang sejarah bangsa yang melegitimasi kekuasaan.

Mahasiswa menilai, penulisan ulang yang menghapus peran mahasiswa, rakyat, dan korban pelanggaran HAM hanya akan melahirkan generasi yang terputus dari kebenaran.

Oleh karena itu, sejarah tidak boleh dijadikan alat legitimasi politik penguasa, melainkan harus dijaga sebagai cermin perjuangan panjang rakyat melawan ketidakadilan.

7. Menolak tarif resiprokal AS–Indonesia.

Kebijakan tarif resiprokal dengan Amerika Serikat bukanlah jalan menuju kemandirian, melainkan jebakan ekonomi yang menguntungkan negara adidaya.

Tarif ini dinilai mengancam daya saing produk lokal, membebani pelaku UMKM, dan memperdalam ketergantungan Indonesia terhadap pasar global yang timpang.

8. Menolak proyek strategis nasional yang dinilai tidak pro-rakyat.

Proyek Strategis Nasional dijalankan tanpa transparansi dan tanpa melibatkan masyarakat terdampak. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, proyek-proyek ini sering berujung pada penggusuran, perampasan tanah, dan kerusakan lingkungan.

Pembangunan tidak boleh dimaknai sekadar angka pertumbuhan ekonomi, melainkan harus berpijak pada kesejahteraan rakyat.

Hal ini dinilai tidak sejalan dengan amanah UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menegaskan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya.

9. Menolak revisi UU Pokok Agraria dan menuntut reforma agraria sejati.

Revisi UU Pokok Agraria dikhawatirkan hanya akan memperkuat dominasi korporasi besar atas tanah, sementara terpinggirkan.

Reforma agraria sejati seharusnya hak petani kecil dan masyarakat adat semakin memastikan redistribusi tanah yang adil untuk rakyat, bukan malah melanggengkan ketimpangan agraria.

10. Mewujudkan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis.

Pendidikan di Indonesia masih menjadi barang mahal yang hanya bisa diakses ilmiah, dan demokratis adalah jalan untuk mencetak generasi kritis, mandiri, dan berpihak pada kepentingan rakyat.

Selain itu, kesejahteran tenaga pendidik harus di tempatkan sebagai prioritas utama sebab di tangan merekalah lahir generasi generasi penerus bangsa oleh mereka yang mampu.

11. Menolak kenaikan PBB P2 di berbagai daerah.

Kebijakan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) di banyak daerah tahun 2025 adalah bentuk pemalakan terhadap rakyat kecil.

Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, rakyat kembali dipaksa menanggung beban fiskal, sementara korporasi besar justru diberi keringanan.

Kenaikan PBB P2 adalah kebijakan yang eksploitatif dan tidak adil, karena memukul masyarakat menengah ke bawah yang seharusnya dilindungi negara.

Sebagai contoh di kabupaten Bone sulawesi selatan kenaikan pajak PBB P2 sampai dengan lonjakan 300% dengan alasan tidak adanya kesesuaian objek pajak berdasarkan data zona nilai tanah dari BPN.

12. Mendesak pengesahan RUU Masyarakat Adat dan RUU Perampasan Aset.

Hingga hari ini, masyarakat adat terus menjadi korban perampasan tanah dan sumber daya. Terbukti Korupsi dan hak mereka diabaikan, sementara perusahaan besar dan modal asing terus meraup keuntungan.

RUU Masyarakat Adat adalah langkah penting untuk mengakui, melindungi, dan memulihkan hak-hak mereka. Begitu pula RUU Perampasan Aset, yang menjadi senjata melawan praktik korupsi dan kejahatan ekonomi yang telah lama merampas uang rakyat.

13. Mendesak pemecatan anggota DPR yang terlibat korupsi atau memiliki catatan kriminal.

Parlemen seharusnya menjadi representasi suara rakyat, namun nyatanya dipenuhi oleh wajah-wajah yang terjerat skandal korupsi, kriminalitas, dan melontarkan statement yang mempertontonkan kebodohan.

Keberadaan mereka di kursi kekuasaan dianggap mencoreng martabat demokrasi. Tidak ada pembenaran bagi koruptor untuk mengatur undang-undang.

Pembersihan parlemen dari para perampok uang rakyat adalah langkah mendesak untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi negara.

14. Mendorong reformasi menyeluruh di tubuh Polri.

Polisi adalah alat negara untuk melindungi rakyat, dan menegakkan hukum secara adil katanya. Polisi sejatinya adalah pengayom, pelayan dan pelindung Masyarakat sesuai dengan UU no 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara.

Namun realitas di lapangan masih banyak aparat justru menjadi aktor penindasan, kekerasan dan ketidakadilan. Reformasi kepolisian harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari mekanisme pengawasan, transparansi, hingga penghentian budaya impunitas.

Selain itu, mahasiswa kembali menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar menolak kebijakan yang dinilai zalim, melainkan memulihkan kembali kedaulatan rakyat.

Aparat yang seharusnya melindungi, kini menjadi alat pemukul bagi kepentingan oligarki. Mereka merusak, memprovokasi, dan menebar ketakutan, sementara rakyat terus dituduh perusuh di tanahnya sendiri.

Adapun dari pantauan kru KabarMakassar di lokasi, massa dari kampus UNM dan UIT Makassar yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Makassar, berjalan kaki menuju ke titik aksi di Fly Over Jalan Urip Sumoharjo, sekitar pukul 14.50 wita, dan tiba sekitar pukul 15.30 wita.

Hingga saat ini, sejumlah massa dari berbagai aliansi mahasiswa di Kota Makassar masih mengepung Fly Over sehingga arus lalu lintas dari arah Jalan AP Pettarani dan Urip Sumoharjo terhambat.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news