
KabarMakassar.com – Partai Golkar Sulawesi Selatan yang dulunya dijuluki sebagai “raksasa politik” di Indonesia Timur, kini dinilai mengalami penurunan tajam dalam pamor dan kekuatan politik. Sorotan tajam itu datang dari Pakar Komunikasi Politik Universitas Hasanuddin, Dr. Hasrullah.
DDalam sebuah wawancara di kanal YouTube Upi Show, Selasa (05/08), Hasrullah mengungkapkan bahwa akar utama melemahnya Golkar Sulsel terletak pada kepemimpinan yang dinilainya “tak membumi”.
“Kalau saya lihat di Sulsel, masalahnya ada pada leadership. Dulu kita bisa lihat kader-kader Golkar turun ke desa-desa, menyapa langsung masyarakat. Sekarang, hal itu nyaris hilang,” ujar Komunikolog Unhas itu, Selasa (05/08).
Saat ini, DPD I Partai Golkar Sulsel dipimpin oleh Taufan Pawe. Namun, menurut Hasrullah, selama lima tahun terakhir, partai berlambang pohon beringin ini justru tampak eksklusif dan hanya hidup di kalangan elit.
Selain itu, salah satu indikator melemahnya mesin partai adalah sepinya sekretariat DPD I Partai Golkar Sulsel di Jalan Bontolempangan.
Hasrullah menegaskan, sekretariat bukan sekadar kantor administratif, melainkan jantung politik tempat merancang strategi, menjalin silaturahmi, hingga mematangkan ide-ide kebesaran partai.
“Dulu sekretariat itu jadi pusat peradaban politik Golkar. Ramai, penuh diskusi, rapat bisa berlangsung berhari-hari. Tapi sekarang? Saya pernah beberapa kali ke sana, sepi,” ujarnya.
Padahal, menurutnya, media sosial tak bisa menggantikan sepenuhnya interaksi fisik antar kader, sentuhan emosional dan konsolidasi langsung tetap krusial dalam membangun kekuatan politik di akar rumput.
Meskipun media sosial kini menjadi salah satu arena baru dalam politik, Golkar disebutnya belum mampu menyesuaikan diri sepenuhnya. Ketidakhadiran aktivitas langsung dan minimnya konsolidasi menjadi penyebab utama merosotnya kekuatan Golkar di Sulsel.
Golkar Sulsel selama ini identik dengan kemenangan. Dari pemilu ke pemilu, partai berlambang pohon beringin itu nyaris selalu menjadi pemenang utama, bahkan mendominasi DPRD Sulsel dan berbagai DPRD kabupaten/kota. Namun kini, pergeseran kekuatan terjadi. Beberapa tokoh kunci bahkan hengkang ke partai lain.
Tak hanya itu, Hasrullah menyinggung setelah Andi Ina Kartika Sari, mantan Ketua DPRD Sulsel, yang kini menjabat Bupati Barru, Golkar Sulsel tidak bisa mendudukan kadernya di kursi kepemimpinan.
“Itu tanda ada yang gagal. Kalau elite sekelas itu pindah, berarti ada yang tidak bisa diakomodasi oleh partai,” katanya.
Lebih jauh, ia membandingkan dengan masa kampanye ketika tokoh seperti Ilham Arief Sirajuddin (IAS) yang pernah mencalonkan diri sebagai gubernur, mampu menjangkau hampir seluruh desa di Sulsel.
“Waktu itu, IAS bahkan sudah mengunjungi 99% desa. Artinya, ada pola kerja keras dan turun ke bawah yang sekarang tak terlihat,” tambahnya.
Hasrullah menekankan bahwa persoalan utama Golkar bukan semata faktor eksternal atau persaingan partai lain, melainkan lebih pada internal.
“Partai ini dulu punya patron yang kuat. Kalau sekarang kalah, itu artinya terjadi kelumpuhan dalam kepemimpinan,” Pungkasnya.