
KabarMakassar.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi D DPRD Kota Makassar, Kamis (31/07), memanas usai Laskar Merah Putih mengadukan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Makassar atas dugaan pelanggaran serius dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dan program seragam sekolah gratis.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) pun dicecar habis-habisan atas sederet laporan masyarakat yang dinilai mencederai integritas pelayanan publik di sektor pendidikan.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Laskar Merah Putih Provinsi Sulsel, Waliudin, mengungkap bahwa aduan masyarakat terkait ketidakadilan SPMB dan dugaan praktik pungli terus berdatangan. Ia menyebut situasi ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan potensi tindak pidana yang sistemik.
“Kami tidak bicara lagi soal kesalahan teknis. Ini kejahatan luar biasa di sektor pendidikan,” tegas Waliudin di hadapan anggota Komisi D DPRD Kota Makassar.
Laskar Merah Putih membeberkan adanya dugaan manipulasi domisili dalam proses SPMB. Salah satu kasus menimpa siswa yang diterima di SDN Inpres IKIP Makassar, padahal domisili sesuai Kartu Keluarga (KK) berada jauh dari zona sekolah di wilayah Griya Astra Manggala, Antang.
“Kami pertanyakan verifikasi domisili PPDB. Apakah data diverifikasi dengan benar? Apakah ada integrasi sistem dengan Disdukcapil?” ujar Waliudin.
Ia menuding lemahnya pengawasan membuka ruang bagi praktik pemalsuan data dan “numpang KK” secara ilegal, yang mengorbankan siswa-siswa yang seharusnya berhak lulus di zona tersebut.
Sorotan tajam juga diarahkan kepada dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum pejabat Disdik Makassar yang merangkap sebagai Kepala Bidang SMP dan Ketua Panitia SPMB.
Oknum tersebut diduga meminta uang Rp15 juta kepada orang tua siswa agar anaknya bisa diterima di SMPN 6.
“Kami memiliki bukti pengiriman nomor rekening oleh oknum tersebut lewat pesan WhatsApp,” ungkap Waliudin.
Ia juga menyinggung pelanggaran terhadap Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yang melarang segala bentuk pungutan dalam proses PPDB.
Tak hanya domisili, sejumlah operator sekolah juga diduga terlibat dalam manipulasi skor siswa. Waliudin membeberkan bahwa ada siswa yang nilainya diturunkan secara sepihak oleh operator, hingga akhirnya gagal lulus.
“Apakah sistem PPDB ini sudah aman? Apakah ada enkripsi, audit trail, dan pengawasan internal yang benar?” ujarnya mempertanyakan kualitas sistem digital yang digunakan Dinas Pendidikan.
Laskar Merah Putih mendesak DPRD Kota Makassar agar tidak tinggal diam dan segera menindaklanjuti seluruh laporan yang telah disampaikan secara resmi. Mereka juga mendesak Kejaksaan dan penegak hukum lainnya untuk turun tangan.
“Kalau ini dibiarkan, pendidikan kita akan terus dijadikan ladang praktik kotor oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab,” kata Waliudin.
Sementara itu, Ketua Gemma Laskar Merah Putih, Andi Aruf, menyoroti pelaksanaan program seragam sekolah gratis yang justru membebani orang tua siswa. Ia menyebut adanya pungutan liar terselubung dengan dalih pembelian seragam, serta kualitas barang yang buruk.
Salah satu temuan mencengangkan terjadi di SMPN 11 Makassar, di mana orang tua siswa diminta membayar hingga Rp1,4 juta lebih, tanpa kwitansi resmi.
Selain itu, seragam yang seharusnya gratis itu diduga dibeli dari Pasar Butung dengan harga hanya Rp70–80 ribu per stel, lalu label toko dicabut sebelum dibagikan.
“Toko penyedia itu bahkan tidak masuk dalam daftar 65 UMKM resmi yang ditunjuk. Ini ada indikasi kuat manipulasi dan mark-up harga,” beber Aruf.