Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin (Appi), (Dok: Sinta KabarMakassar).KabarMakassar.com — Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, meminta evaluasi terhadap pelayanan bantuan sosial di tingkat kelurahan setelah mencuat kasus seorang lansia sakit yang dipaksa datang langsung ke kantor kelurahan untuk mengambil bantuan sembako.
Lansia tersebut diketahui bernama Wahbah (85), warga Kecamatan Makassar. Dalam kondisi baru keluar dari rumah sakit dan tidak mampu berjalan, Wahbah tetap diminta datang ke kantor kelurahan untuk mengambil bantuan.
Munafri Arifuddin, yang akrab disapa Appi, mengatakan pihaknya telah menerima laporan langsung dari lurah dan camat setempat terkait kejadian tersebut. Menurutnya, persoalan itu sudah ditangani setelah dilakukan komunikasi dengan pihak keluarga dan aparat wilayah.
“Saya sudah direspon oleh Pak Lurah dan Pak Camat. Pagi tadi Pak Camat sudah melaporkan, dan Alhamdulillah persoalannya sudah tertangani, komunikasi sudah terbangun dengan baik,” ujar Appi, Kamis (18/12).
Meski demikian, Appi menegaskan kejadian serupa tidak boleh terulang, terutama dalam pelayanan bantuan sosial bagi kelompok rentan seperti lansia dan warga sakit. Ia menekankan bahwa pelayanan publik harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan menyesuaikan dengan kondisi warga penerima bantuan.
“Hal-hal seperti ini tidak boleh diulang. Pelayanan itu harus fleksibel dan melihat kondisi masyarakat, apalagi lansia dan orang sakit,” tegasnya.
Appi juga mengingatkan agar prosedur administrasi, termasuk sistem digital, tidak menjadi penghambat dalam penyaluran bantuan. Menurutnya, bantuan sosial seharusnya memudahkan warga, bukan justru menyulitkan.
“Tidak usah semuanya harus kaku atau digital. Yang penting bantuannya sampai dan warga merasa dilayani dengan baik,” pungkas Appi.
Sebelumnya, Seorang nenek lanjut usia bernama Wahbah (85), warga Kelurahan Maricaya Baru, Kecamatan Makassar, terpaksa harus digotong oleh kerabat dan tetangganya demi mengambil bantuan beras miskin (raskin).
Peristiwa ini terjadi pada Selasa (16/12) dan menyita perhatian publik karena memperlihatkan wajah pelayanan sosial yang dinilai minim empati terhadap warga lansia.
Dalam kondisi tubuh yang sudah renta dan tidak lagi mampu berjalan, Wahbah diangkut menggunakan bentor (becak motor) menuju Kantor Kelurahan Maricaya Baru. Langkah itu diambil setelah pihak keluarga disebut-sebut tidak diperbolehkan mewakili pengambilan bantuan, meskipun telah membawa dokumen kependudukan yang dibutuhkan.
Menantu Wahbah, Emmi (65), menceritakan awal kejadian bermula saat keluarga menerima informasi pembagian sembako di lingkungan tempat tinggal mereka. Karena kondisi Wahbah yang tidak memungkinkan untuk datang sendiri, keluarga meminta adik Emmi, Ati, untuk mengambilkan bantuan tersebut.
Namun, setibanya di kantor kelurahan, Ati disebut ditolak oleh petugas. Alasannya, bantuan harus diambil langsung oleh penerima.
“Dia bilang harus bawa KTP mama. Sudah dibawa KTP-nya, tapi tetap tidak bisa,” ujar Emmi, menceritakan pengalaman keluarganya.
Penolakan itu membuat keluarga akhirnya memutuskan membawa Wahbah langsung ke kantor kelurahan, meski harus digotong. Kejadian tersebut memicu emosi kerabat dan menjadi sorotan warga sekitar.
Menanggapi kejadian itu, Lurah Maricaya Baru, Budianto, menyebut insiden tersebut terjadi akibat miskomunikasi antara warga dan staf kelurahan. Ia menegaskan tidak ada niat menolak hak warga penerima bantuan.
“Mungkin staf berdiri untuk mempertahankan juknis. Tidak mungkin staf tidak kasih kalau memang itu haknya. Ini persoalan administrasi dan miskomunikasi,” kata Budianto, Rabu (17/12).
Budianto mengaku baru mengetahui kejadian tersebut setelah pulang dari rapat di Balai Kota Makassar. Saat tiba di kantor, ia mendapati keluarga Wahbah dalam kondisi emosi dan langsung meminta penjelasan.
“Ternyata mereka mau ambil sembako, tapi ada informasi yang mereka terima bahwa tidak bisa diwakili,” jelasnya.

















































