
KabarMakassar.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan setelah sejumlah daerah di Indonesia dilanda kasus keracunan massal yang menimpa ribuan siswa.
Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat, hingga 25 September 2025, sedikitnya 5.914 orang mengalami keracunan akibat konsumsi makanan dari program tersebut.
Situasi ini memantik perhatian serius dari DPRD Kota Makassar. Anggota Komisi D DPRD Makassar, Muchlis Misbah, menegaskan perlunya langkah antisipatif agar kejadian serupa tidak terjadi di Kota Daeng.
Ia menyebut, program MBG sejatinya mulia karena bertujuan meningkatkan gizi anak bangsa, namun lemahnya kontrol dapur penyedia bisa berbalik menjadi ancaman.
“Program ini sangat bagus dan mulia. Hanya saja perlu dilakukan pemantauan ketat terhadap proses penyajian makanannya. Jangan sampai kasus keracunan yang marak di daerah lain justru berulang di Makassar,” tegas Muchlis, Selasa (30/09).
Politisi Hanura itu menekankan pentingnya peran aktif Dinas Kesehatan Makassar dalam mengawasi jalannya program. Menurutnya, pengawasan tidak boleh hanya administratif, tetapi menyentuh hal teknis seperti kebersihan dapur, sanitasi peralatan masak, hingga kualitas bahan baku dan pemasok.
Ia juga menyoroti persoalan penyimpanan makanan. Praktik memasak pada dini hari lalu menyajikannya belasan jam kemudian dinilai sebagai penyebab utama nasi basi dan berjamur.
“Kalau jam 1 malam dimasak, jam 10 baru disajikan, wajar saja kalau makanan sudah basi. Itu bisa memicu sakit perut, muntah, hingga diare pada siswa. Jadi dapurnya harus disterilisasi, penyajiannya jangan berjam-jam dibiarkan,” jelasnya.
Muchlis menambahkan, catatan kasus di daerah lain seharusnya dijadikan peringatan. “Bukan semua keracunan berasal dari racun berbahaya, tapi dari nasi basi yang ditunda penyajiannya. Itu hal sepele yang bisa berdampak fatal,” ujarnya.
Bagi DPRD, angka penerima manfaat yang begitu besar menjadi alasan utama pengawasan harus ditingkatkan.
“Dewan ingatkan, kegagalan menjaga higienitas dapur bisa berakibat fatal, bukan hanya bagi citra program MBG, tetapi juga keselamatan ribuan siswa di kota ini,” Pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Makassar mengambil langkah tegas dalam mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal ini menyusul instruksi pemerintah pusat agar daerah lebih memperketat pengawasan, mengantisipasi potensi keracunan makanan, sekaligus memastikan distribusi pangan sehat benar-benar aman untuk dikonsumsi peserta didik.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin atau yang akrab disapa Appi, mengikuti Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) secara virtual dari Balai Kota Makassar, Senin (29/09).
Rapat yang dipimpin langsung Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ini juga dihadiri Menko PMK Pratikno, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu’ti, serta perwakilan Badan Gizi Nasional.
Dalam forum itu, pemerintah pusat menekankan pentingnya standar keamanan pangan pada setiap penyedia MBG di seluruh daerah.
Arahan tersebut langsung ditindaklanjuti Appi dengan memastikan Pemkot Makassar bergerak cepat memperkuat koordinasi lintas sektor.
“Program MBG harus aman, higienis, dan sesuai standar gizi. Itu prioritas utama kita,” tegas Appi.
Saat ini, tercatat 45 lokasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) aktif di Kota Makassar. Total penerima manfaat mencapai 138.636 orang, terdiri dari 136.645 peserta didik dan 1.991 non-peserta didik kategori 3B.
Dengan jumlah penerima yang sangat besar, Pemkot menilai pengawasan berlapis menjadi syarat mutlak.
Appi menekankan seluruh penyedia program MBG wajib memiliki sertifikat higienis sebagai jaminan keamanan pangan. Menurutnya, tanpa sertifikasi, penyedia tidak boleh dilibatkan dalam program.
“Yang paling penting adalah setiap penyedia memiliki sertifikat higienis. Itu menjadi standar utama agar masyarakat, terutama anak-anak, mendapat asupan bergizi yang aman,” ujarnya.
Selain itu, Pemkot Makassar juga menyiapkan mekanisme pengawasan berjenjang. Semua sekolah penerima program diwajibkan menggelar rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Hal ini dilakukan agar proses distribusi makanan berjalan menyeluruh dan terkendali.
“Sekolah-sekolah harus rapat dulu, supaya semua pihak bisa memastikan pelaksanaan program ini benar-benar aman. Kita tidak boleh lengah, karena kalau terjadi sesuatu, risikonya besar,” imbuh Appi.