KabarMakassar.com — Epilepsi adalah kondisi medis yang ditandai oleh kejang berulang terhadap sebagian atau seluruh tubuh akibat gangguan pada aktivitas listrik di otak.
Penyakit tersebut bukan merupakan penyakit menular dan umumnya bisa dikendalikan melalui pengobatan yang teratur dan sesuai dengan anjuran medis.
Seseorang dikatakan menderita epilepsi jika telah mengalami lebih dari satu kali kejang tanpa adanya penyebab yang jelas.
Kondisi ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia, meskipun umumnya gejala awal muncul pada masa kanak-kanak atau saat seseorang memasuki usia lanjut, terutama di atas 60 tahun.
Penyebab utama epilepsi karena adanya aktivitas listrik abnormal yang terjadi di dalam otak. Akan tetapi, sebagian besar penyebab pastinya masih terus diteliti oleh para ahli.
Sejauh ini, terdapat sejumlah faktor yang diduga memiliki peran dalam terjadinya epilepsi.
Dilansir dari Alodokter yang merupakan mitra resmi Kementerian Kesehatan, beberapa kondisi medis yang diketahui dapat menjadi pemicu epilepsi meliputi cedera kepala akibat benturan keras, kelainan pada pembuluh darah otak seperti malformasi arteri vena, serta infeksi serius seperti meningitis atau HIV/AIDS.
Penyakit neurologis seperti lumpuh otak atau cerebral palsy dan kelainan genetik seperti sindrom Down dan neurofibromatosis juga berpotensi meningkatkan risiko terjadinya epilepsi.
Selain itu, ada sejumlah kondisi yang secara signifikan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap epilepsi sejak dalam kandungan, seperti kelahiran prematur, gangguan perkembangan otak saat janin, atau kekurangan oksigen saat proses persalinan.
Bagi ibu hamil yang mengalami diabetes juga memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan gangguan neurologis, termasuk epilepsi. Demikian pula, terhadap bayi yang mengalami perdarahan otak atau trauma saat lahir juga lebih rentan terhadap gangguan ini.
Pada usia dewasa, beberapa faktor lain yang turut berkontribusi terhadap timbulnya epilepsi antara lain adanya tumor otak, riwayat epilepsi dalam keluarga, serta gangguan sirkulasi darah di otak seperti stroke.
Penyakit degeneratif seperti Alzheimer juga sudah terbukti berkaitan erat dengan munculnya gejala epileptik.
Penggunaan zat-zat berbahaya juga bisa memicu timbulnya epilepsi. Konsumsi narkotika dan zat adiktif, misalnya kokain, serta konsumsi alkohol secara berlebihan dalam jangka panjang, diketahui dapat merusak sistem saraf pusat yang akhirnya berujung pada kejang.
Faktor risiko lain yang juga tidak kalah penting ialah infeksi serius selama masa kehamilan yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada janin.
Oleh sebab itu, pemantauan kesehatan ibu hamil secara menyeluruh menjadi langkah penting dalam mencegah risiko epilepsi sejak dini.
Jenis kejang pada penderita epilepsi:
Epilepsi ditandai dengan kejang berulang, yang bisa dibedakan menjadi dua jenis utama berdasarkan area otak yang terlibat:
1. Kejang total
Kejang tersebut memengaruhi seluruh bagian otak dan tubuh. Terdiri dari beberapa jenis, yakni:
-Kejang tonik-klonik
Ditandai dengan gerakan menghentak hebat, lidah tergigit, serta kesulitan bernapas. Biasanya disertai dengan hilangnya kesadaran.
-Kejang absans
Ditandai dengan tatapan kosong, hilang kesadaran sesaat, serta tidak menyadari lingkungan sekitar.
-Kejang atonik
Mengakibatkan tubuh tiba-tiba lemas serta kehilangan kendali otot, hingga penderita bisa jatuh mendadak.
-Kejang mioklonik
Terjadi gerakan otot secara cepat serta tiba-tiba, biasanya di salah satu atau kedua lengan.
2. Kejang parsial
Kejang tersebut hanya terjadi pada bagian tertentu dari tubuh, tergantung bagian otak yang terpengaruh yaitu:
-Kejang parsial sederhana
Kejang lokal tanpa adanya penurunan kesadaran. Penderita tetap sadar, akan tetapi mengalami kejang di satu area tubuh, seperti lengan atau wajah.
-Kejang parsial kompleks
Ditandai dengan penurunan kesadaran, tatapan kosong, juga gerakan otomatis seperti menggosok tangan, mengunyah, atau berjalan memutar.
Untuk menurunkan risiko terjadinya epilepsi dapat dilakukan upaya pencegahan yaitu:
1. Menjaga berat badan agar tetap ideal
Melakukan olahraga secara rutin mampu membantu menjaga kesehatan tubuh dan fungsi otak tetap optimal.
2. Konsumsi makanan bergizi seimbang
Perbanyak asupan buah, sayur, serta biji-bijian untuk mendukung kesehatan saraf dan sistem metabolisme.
3. Menggunakan alat pelindung diri saat berkendara
Memakai helm serta sabuk pengaman dapat mencegah cedera kepala yang berpotensi memicu epilepsi.
4. Menghindari rokok juga alkohol
Gaya hidup sehat tanpa rokok serta alkohol membantu menjaga sistem saraf tetap stabil.
5. Rutin memeriksakan kehamilan
Pemeriksaan kehamilan secara berkala penting dalam mendeteksi serta mencegah gangguan yang dapat memengaruhi perkembangan otak janin.