KabarMakassar.com — Vitiligo adalah kondisi kulit kronis yang ditandai dengan hilangnya warna alami kulit secara bertahap.
Area kulit yang kehilangan warna bakal membentuk bercak putih yang bisa melebar seiring waktu. Selain menyerang permukaan kulit, vitiligo juga bisa memengaruhi bagian tubuh lain seperti rambut, bagian dalam mulut, mata, hingga organ genital.
Walau bukan penyakit menular, vitiligo termasuk kondisi jangka panjang yang dapat memengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Diperkirakan ada sekitar 0,5 hingga 1 persen populasi dunia mengalami vitiligo. Kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja, namun paling sering mulai muncul antara usia 10 hingga 30 tahun.
Pada individu dengan kulit lebih gelap, bercak putih yang timbul akan kelihatan lebih mencolok. Penting untuk diketahui jika penderita vitiligo adalah individu yang sehat secara fisik, layaknya orang lain pada umumnya.
Akan tetapi, perubahan penampilan yang mencolok pada kulit bisa berdampak signifikan secara emosional dan psikologis. Rasa malu, cemas, atau stres karena penampilan bisa menyebabkan gangguan kepercayaan diri.
Pigmen tubuh yang dikenal sebagai melanin berperan penting untuk menentukan warna kulit, rambut, dan mata. Selain itu, melanin juga membantu melindungi kulit dari kerusakan karena paparan sinar ultraviolet (UV) matahari.
Pada penderita vitiligo, sel penghasil melanin (melanosit) mengalami gangguan sehingga produksi pigmen pun menjadi terhenti.
Akibat terganggunya fungsi melanin, maka muncullah bercak-bercak putih yang menjadi ciri khas vitiligo. Selain pada kulit, hilangnya pigmen juga dapat menyebabkan rambut di area yang terdampak menjadi beruban lebih awal.
Perubahan warna ini bisa terjadi secara perlahan maupun tiba-tiba. Penyebab pasti dari terhentinya produksi melanin pada vitiligo sendiri belum sepenuhnya dipahami.
Namun, para ahli menduga jika kondisi ini berkaitan dengan sejumlah faktor yang saling memengaruhi. Faktor-faktor ini dapat bersifat genetik, imunologis, atau lingkungan.
Sejumlah teori menyebutkan bahwa kelainan genetik yang diturunkan dalam keluarga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami vitiligo.
Selain itu, penyakit autoimun seperti penyakit Graves, tiroid Hashimoto, serta diabetes tipe 1 juga sering dikaitkan dengan munculnya vitiligo karena sistem imun menyerang sel-sel penghasil pigmen.
Faktor eksternal seperti paparan sinar matahari berlebihan, kontak dengan bahan kimia tertentu seperti parafin atau fenol, dan tekanan psikologis seperti stres, juga diduga berperan dalam memicu atau memperburuk kondisi dari vitiligo.
Penelitian lebih lanjut masih terus dilakukan untuk memahami mekanisme pasti di balik penyakit ini dan mengembangkan terapi yang lebih efektif.
Gejala Vitiligo
Melansir dari Alodokter yang merupakan mitra resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, gejala utama vitiligo ditandai dengan munculnya bercak hipopigmentasi pada kulit.
Pada tahap awal, bercak ini tampak lebih terang jika dibandingkan warna kulit di sekitarnya, lalu secara bertahap berubah menjadi putih sebab kehilangan pigmen.
Bercak vitiligo biasanya pertama kali muncul pada area tubuh yang sering terpapar sinar matahari, misalnya wajah, bibir, tangan, dan kaki, sebelum akhirnya menyebar ke bagian tubuh lain.
Gejala tambahan vitiligo mencakup:
1. Kehilangan pigmen pada rambut tubuh, termasuk rambut kepala, janggut, bulu mata, serta alis, yang menyebabkan rambut tampak beruban.
2. Kehilangan warna di jaringan tubuh lain misalnya bagian dalam mulut, hidung, area hitam pada mata (retina), dan organ genital.
3. Warna bercak yang tidak seragam, di mana bagian tengah berwarna putih sementara bagian tepi terlihat kemerahan atau kecokelatan.
4. Rasa nyeri atau gatal pada area kulit yang terdampak, walau tidak selalu muncul pada semua kasus.
5. Munculnya ruam usai kulit yang terkena vitiligo terpapar sinar matahari secara langsung.
Bercak vitiligo biasanya bersifat simetris, muncul di kedua sisi tubuh secara seimbang, walau pada beberapa kasus hanya terjadi di satu sisi saja.
Kecepatan penyebaran bercak dan waktu kemunculannya amat bervariasi antar individu. Dalam beberapa situasi, warna kulit yang hilang bisa kembali pulih sebagian atau sepenuhnya, meskipun hal ini tidak selalu terjadi.
Pencegahan Vitiligo
Penyebab pasti penyakit vitiligo belum sepenuhnya diketahui, oleh sebab itu, hingga saat ini belum ditemukan metode yang efektif guna mencegah timbulnya penyakit ini.
Akan tetapi, beberapa langkah preventif bisa dilakukan untuk membantu menurunkan risiko atau memperlambat perkembangannya, terkhususnya bagi individu yang memiliki riwayat keluarga atau faktor risiko tertentu.
Sejumlah upaya yang dianjurkan meliputi penggunaan tabir surya secara rutin, terkhususnya ketika beraktivitas di luar ruangan pada siang hari, guna melindungi kulit dari paparan sinar ultraviolet.
Selain itu, penting untuk mengenakan pakaian tertutup, juga menggunakan pelindung seperti topi atau payung untuk meminimalkan paparan sinar matahari langsung.
Menerapkan gaya hidup sehat juga amat disarankan, termasuk mengonsumsi makanan kaya antioksidan misalnya buah-buahan dan sayuran segar, serta memastikan asupan cairan yang cukup dengan rutin minum air putih.


















































