Kupas Tuntas Penyebab Aksi 29 Agustus yang Hanguskan 2 Gedung DPRD di Makassar

4 hours ago 3
Kupas Tuntas Penyebab Aksi 29 Agustus yang Hanguskan Dua Gedung DPRD di MakassarKetua DPW PKB Sulsel, Azhar Arsyad (Dok: Sinta KabarMakassar).

KabarMakassar.com – Tragedi 29 Agustus 2025 yang menghanguskan Gedung DPRD Sulawesi Selatan dan DPRD Kota Makassar masih menjadi duka mendalam dan pertanyaan besar.

Bagaimana tidak, rumah rakyat dibakar oleh rakyatnya sendiri, sebuah ironi yang mencerminkan akumulasi kekecewaan panjang terhadap pengambil kebijakan.

Ketua DPW PKB Sulsel, Azhar Arsyad, menyebut insiden ini bukanlah peristiwa spontan, melainkan akibat kegagalan kolektif eksekutif, legislatif, dan partai politik dalam membaca keresahan masyarakat.

Azhar mengingatkan bahwa demonstrasi pada 25 Agustus, hanya empat hari sebelum tragedi, seharusnya dibaca sebagai peringatan dini. Namun, tanda-tanda itu diabaikan.

“Itu sebenarnya hanya warning kepada seluruh komponen bangsa. Kalau program-program masih seperti dulu, ya tunggu saja kemarahan masyarakat semakin menjadi-jadi,” tegasnya, Kamis (25/09).

Menurutnya, salah satu akar masalah adalah kebijakan pembangunan yang minim indikator. Banyak program yang lahir sekadar berdasarkan suka atau tidak suka pengambil keputusan, tanpa parameter objektif.

“Contohnya pembangunan infrastruktur. Ada lurah yang tidak kebagian, ada daerah yang dianaktirikan. Itu jelas kebijakan tanpa indikator,” ungkapnya.

Selain itu, Azhar menilai pemerintah terlalu fokus pada pembangunan fisik, sementara kebutuhan mendasar rakyat diabaikan. “Sekarang ekonomi sulit, sosial masyarakat serba susah, angka kemiskinan di Sulsel meningkat. Jadi yang dibutuhkan bukan sekadar gedung baru, tapi perbaikan kondisi hidup rakyat,” katanya.

Birokrasi juga disorot karena tidak adaptif. Desain program pemerintah dinilai sekadar copy-paste dari tahun ke tahun tanpa inovasi berarti.

“Zaman sudah berubah. Media sosial sudah jadi mainstream. Tapi kita masih memakai model lama, manual, Musrenbang formalitas. Kalau cara ini dipertahankan, kita akan semakin tertinggal,” jelas Azhar.

Partai politik, menurutnya, ikut bertanggung jawab. Parpol gagal menjalankan fungsi kaderisasi dan pendidikan politik.

“Partai ini mesin melahirkan pemimpin. Tapi kalau partainya busuk, kadernya juga rusak. Akhirnya, yang lahir hanya politisi berbekal pengalaman pribadi tanpa visi besar,” tegasnya.

Kondisi semakin genting karena gejala konflik sosial makin merajalela. Konflik antarwarga, antardaerah, bahkan konflik vertikal antara rakyat dan pemerintah kian sering terjadi.

“Kalau indikator ini dilihat, jelas sangat buruk. Eksekutif dan legislatif harus lebih sensitif menangkap problematika masyarakat,” ujarnya.

Kerusuhan 29 Agustus sendiri menelan kerugian besar. Tiga ambulans milik PKB ikut dibakar, ditambah empat mobil pribadi.

“Bayangkan, rumah rakyat dibakar oleh rakyat. Kalau ada kesempatan, mungkin kantor gubernur juga bisa jadi sasaran. Itu berarti ada masalah serius yang harus segera kita bicarakan,” kata Azhar.

Ia mengingatkan, peristiwa ini jangan direduksi sekadar mencari kambing hitam.

“Masalahnya bukan siapa yang salah dan benar. Kalau kita terus saling tuding, rakyat yang semakin terpuruk. Reformasi dulu digerakkan mahasiswa untuk menghapus KKN. Tapi hampir 30 tahun, apakah rakyat semakin baik? Malah banyak yang semakin menderita,” ujarnya getir.

Kebijakan fiskal seperti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga dikritik. Menurut Azhar, pemerintah menaikkan PBB tanpa indikator yang jelas.

“Naikkan pajak itu wajar. Tapi pernah tidak bertanya ke masyarakat apakah berdampak? Tidak ada. Itu arogansi, seolah jadi bupati dan gubernur seperti raja,” ucapnya.

Ia menegaskan, solusi dari persoalan ini bukan sekadar pergantian pejabat atau pemilu lima tahunan. Yang dibutuhkan adalah perubahan sistemik, mulai dari pemerintah hingga partai politik.

“Tidak ada gunanya bicara pembangunan kalau setelah itu dibakar. Yang penting sekarang membuka kanal aspirasi rakyat tanpa intervensi,” serunya.

Lebih lanjut, Azhar mengajak untuk refleksi. “Kalau kita tidak mau berubah, jangan berharap ada kebaikan. Mandat kita sebagai eksekutif, legislatif, bahkan parpol, itu bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Jadi jangan arogan, dengarkan rakyat. Karena rakyat sudah bicara dengan caranya sendiri pada 29 Agustus kemarin,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news