
KabarMakassar.com – Pemerintah Kota Makassar menargetkan pembuatan 100.000 lubang biopori sebagai bagian dari langkah strategis memperkuat kebersihan dan tata kelola lingkungan hidup berbasis masyarakat.
Langkah ambisius ini dicanangkan langsung oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin (Appi), dalam Rapat Koordinasi Teknis bersama jajaran SKPD dan Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi-Maluku (Pusdal LH SUMA), Dr. Azri Rasul, di Balai Kota Makassar, Jumat (01/08).
Appi menegaskan, program ini bukan sekadar penunjang pencapaian Adipura, melainkan bagian dari pembuktian nyata bahwa Kota Makassar bergerak menuju kota bersih, sehat, dan berkelanjutan. Ia menyebutkan bahwa tantangan utama saat ini adalah menyatukan visi lintas sektor dan meninggalkan pola kerja sektoral yang kaku.
“Kita tidak bisa lagi berjalan dengan ego sektoral. Adipura bukan soal seremoni, ini soal aksi nyata. Kebersihan harus menjadi tanggung jawab bersama, dari SKPD hingga RT dan RW,” tegas Wali Kota Munafri.
Langkah ini menjadi salah satu program prioritas yang menjadi fokus dalam arahannya adalah penyebaran 100.000 biopori di seluruh wilayah kota, khususnya di jalur utama dan lingkungan padat penduduk. Program ini ditujukan untuk meningkatkan daya serap air tanah sekaligus mengurai sampah organik dari sumbernya.
Setiap RT di Makassar diwajibkan memiliki lubang biopori, disertai unit pengolahan eco enzyme dan budidaya maggot sebagai metode pengelolaan sampah rumah tangga. Upaya ini akan diperkuat dengan pengembangan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) dan penambahan jumlah bank sampah di seluruh kecamatan.
Selain masyarakat, petugas penyapu jalan dari Dinas Lingkungan Hidup akan diberi peran langsung dalam pemeliharaan lubang biopori di ruas-ruas strategis kota.
“Kita libatkan semua lini. Petugas penyapu jalan, lurah, camat, hingga masyarakat umum akan diberikan pelatihan dan tanggung jawab nyata. Ini bukan sekadar program, tapi gerakan bersama,” kata Appi.
Appi juga mengungkapkan bahwa Kota Makassar telah masuk dalam pengawasan intensif Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai syarat untuk ikut kompetisi Adipura. Maka dari itu, langkah-langkah pengelolaan sampah harus tuntas mulai dari hulu, yaitu rumah tangga, hingga ke hilir, yakni TPA.
Lebih jauh, Pemkot Makassar juga tengah membenahi taman-taman kota melalui skema kerja sama dengan pihak swasta. Ia menegaskan, tidak boleh ada lagi saling lempar tanggung jawab dalam pengelolaan ruang terbuka hijau. Selain itu, Munafri menekankan penataan ulang pedestrian dengan orientasi pada hak pejalan kaki, bukan kendaraan.
Rapat tersebut juga diisi dengan paparan teknis oleh Dr. Azri Rasul dari Pusdal LH SUMA, yang menjelaskan parameter-parameter penting dalam penilaian Adipura, terutama pengelolaan sampah di sumbernya.
Menurut Azri, pendekatan utama yang kini didorong KLHK adalah pengelolaan mandiri di titik awal, baik oleh rumah tangga, pelaku usaha, kawasan industri, sekolah, hingga kantor pemerintahan.
“Kalau hotel, rumah sakit, sekolah, atau industri bisa menyelesaikan sampahnya sendiri, itu akan sangat membantu. Tidak ada lagi beban tambahan ke pemerintah kota atau TPA,” jelasnya.
Azri menguraikan bahwa sistem pengelolaan berbasis masyarakat bisa dilakukan melalui pengomposan rumah tangga, maggot farming, eco enzyme, bank sampah, dan TPS3R. Pihaknya telah membentuk tim identifikasi lapangan untuk mencatat secara faktual praktik pengelolaan sampah di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Data tersebut akan digunakan untuk menghitung persentase pengelolaan mandiri yang menjadi indikator utama dalam penilaian Adipura. Target nasional adalah minimal 51,2% sampah dikelola di hulu.
“Ini soal kepastian data. Semua harus tercatat dan bisa diukur. Kita akan hitung persentase pengelolaan mandiri berdasarkan praktik riil, bukan hanya laporan administratif,” tegas Azri.
Ia juga menambahkan bahwa sejumlah kawasan industri di Makassar tengah dibina untuk program Proper (Peringkat Kinerja Perusahaan) agar bisa menjadi contoh dalam menyelesaikan sampah di lokasi tanpa membebani kota.
Langkah-langkah ini dinilai sebagai fondasi penting menuju tata kelola lingkungan yang berkelanjutan. Munafri pun menutup rapat dengan ajakan kolaborasi dan tanggung jawab kolektif.
“Kebersihan bukan tugas DLH atau wali kota semata. Kalau semua kompak dari atas sampai tingkat RT, Insya Allah, Makassar bisa bersih, berdaya, dan membanggakan,” pungkasnya.