
KabarMakassar.com — Pemerintah Kota Makassar terus mendapat pembinaan intensif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam upaya menuju penilaian Adipura.
Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi-Maluku (Pusdal LH SUMA), Dr. Azri Rasul, memaparkan bahwa pengelolaan mandiri minimal 51,2% dari total timbulan sampah menjadi indikator krusial dalam sistem penilaian nasional.
“Target nasional kita jelas, minimal 51,2% sampah harus bisa diselesaikan secara mandiri di titik hulu. Artinya, sampah tidak boleh sepenuhnya mengalir ke TPA, tapi harus selesai di rumah, sekolah, kantor, pasar, atau kawasan industri,” ungkap Azri, dalam rapat koordinasi (Rakor) di Balai Kota, Jumat (01/08).
Menurut Azri, skema penilaian Adipura saat ini tidak hanya fokus pada tampilan kota yang bersih, tetapi juga menilai tata kelola lingkungan secara sistematis dari tiga titik utama, hulu (sumber sampah), tengah (pengumpulan), dan hilir (pemrosesan akhir).
“Jika hotel, rumah sakit, kawasan industri, dan sekolah sudah mampu mengelola sampahnya sendiri, maka beban sistemik ke pemerintah daerah akan jauh berkurang. Inilah yang mendorong efisiensi pengelolaan lingkungan dan jadi poin penting dalam penilaian Adipura,” jelasnya.
Pusdal LH SUMA kini telah membentuk tim identifikasi lapangan yang bekerja sama dengan seluruh kecamatan di Kota Makassar. Tim ini akan melakukan pendataan riil terhadap jumlah dan jenis pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga, pelaku usaha, sekolah, rumah ibadah, dan instansi pemerintahan.
Inventarisasi ini menjadi basis penghitungan rasio pengelolaan sampah mandiri secara kuantitatif. Data tersebut kemudian dikalkulasi sebagai indikator capaian dalam sistem e-Evaluasi Adipura yang dikelola KLHK.
“Bank sampah, kompos rumah tangga, eco enzyme, maggot farming, TPS3R, hingga sistem e-Proses di sekolah dan kantor semuanya harus tercatat dan dikalkulasi. Karena angka itu yang akan menentukan posisi Makassar dalam evaluasi nasional,” terang Azri.
Azri juga menyebut bahwa sejumlah kawasan industri di Makassar kini diarahkan untuk tidak lagi bergantung pada TPA, dan didorong menyelesaikan limbah padatnya secara internal.
Hal ini menjadi bagian dari pembinaan menuju program PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) dari KLHK.
“Beberapa kawasan industri sudah dalam tahap pelaporan mandiri. Jika berhasil, mereka bisa menyumbang langsung dalam perhitungan persentase pengelolaan mandiri secara kota,” tambahnya.
Azri menegaskan bahwa pencapaian target 51,2% tidak mungkin terealisasi jika hanya dibebankan pada pemerintah daerah atau DLH.
Ia menyebut bahwa semua elemen harus terlibat aktif, mulai dari masyarakat, RT/RW, pelaku usaha, sekolah, kantor pelayanan publik, hingga lembaga pendidikan tinggi.
“Ini bukan soal dokumentasi. Ini soal data ril. Kita harus bisa menunjukkan angka partisipasi dan volume sampah yang benar-benar diproses di sumber. Itu yang dihitung,” tegasnya.
Dengan pembinaan yang tepat, koordinasi lintas sektor, serta penguatan kelembagaan lingkungan di tingkat kelurahan dan kecamatan, Kota Makassar diharapkan mampu menembus ambang batas minimal yang ditetapkan nasional dan membuka peluang besar untuk kembali meraih Anugerah Adipura.