Menko Perekonomian dan Menkeu Kucurkan Rp10 Triliun untuk Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual. dOK. iSTKabarMakassar.com – Pemerintah memastikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual (KI) resmi menjadi bagian dari kebijakan pemberian kredit dari pemerintah. Keputusan ini diambil setelah usulan pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbasis KI sebesar Rp10 triliun disetujui oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Komite Nasional, Senin (17/11)
Dengan persetujuan tersebut, Indonesia menempati posisi negara ke-15 di dunia yang menyediakan skema pembiayaan berbasis KI bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan pelaku ekonomi kreatif.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk mewujudkan skema ini. Dia berharap para pemilik kekayaan intelektual segera dapat mengakses pembiayaan yang lebih luas melalui KUR maupun fasilitas non-KUR sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022.
Sebab, kebutuhan pendanaan riset dan pengembangan inovasi, terutama dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang menghasilkan produk berbasis KI, masih mengalami keterbatasan modal.
“Langkah awal sudah kami lakukan bersama BRI, dan kami juga memohon kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar pembiayaan baik yang bank maupun non-bank bisa melaksanakan kebijakan kredit pemerintah setelah adanya lembaga penilai kekayaan intelektual,” jelas Supratman
“Jaminan pasarnya ada, (regulasi) hukumnya siap. Yang kurang adalah pembiayaan riset. Dengan KUR berbasis KI, kita bisa mempercepat pengembangan inovasi,” lanjutnya.
Skema yang akan digunakan pada tahun 2026 mendatang dalam pengajuan agunan pokok untuk para pelaku ekonomi kreatif ini dimulai dengan pengajuan proyek berbasis kekayaan intelektual kepada pemodal; untuk bank akan dikenakan bunga 2,4% per tahun.
Pihak bank maupun non-bank akan meminta taksiran nilai valuasi proyek kepada lembaga valuator kekayaan intelektual. Besaran permodalan bergantung pada nilai valuasi tersebut. Jika modal lebih besar diperlukan, para pemilik sertifikat dan pencatatan kekayaan intelektual dapat pula mengajukan agunan tambahan.
Tahun ini, pemerintah akan menyiapkan instrumen dan pelatihan untuk para valuator agar keputusan ini bisa segera diimplementasikan pada 2026.
Sebelumnya, realisasi awal telah dimulai sejak kolaborasi antara Kementerian Hukum, Kementerian Koperasi dan UKM, serta BRI pada pertengahan 2025. Pemerintah menargetkan perluasan ke sertifikat paten, desain industri, hingga pencatatan hak cipta setelah skema regulasi dan valuasi diperkuat.
Plt. Dirjen Kekayaan Intelektual Hermansyah Siregar menjelaskan bahwa skema pembiayaan berbasis KI bukanlah hal yang baru karena telah diterapkan di berbagai negara dan menunjukkan hasil yang signifikan.
Tren global menunjukkan bahwa investasi pada aset tak berwujud seperti software, penelitian dan pengembangan, merek, dan desain telah melampaui investasi berwujud sejak 2009 dan terus tumbuh hingga 2024.
Pergeseran ini memperlihatkan bahwa nilai ekonomi dunia kini bertumpu pada kreativitas dan inovasi, bukan hanya aset fisik.
Dengan jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif Indonesia mencapai 26 juta orang dan total 63 juta UMKM yang terus menghasilkan karya dan merek lokal, skema pembiayaan berbasis KI dinilai memiliki potensi besar untuk mengisi kesenjangan pembiayaan nasional. “Tugas DJKI ke depan adalah memastikan standar valuasi, integrasi data KI, dan kualitas pelindungan hukum yang benar-benar mampu menyokong skema ini,” ujar Hermansyah.
Persetujuan mekanisme ini sekaligus memperkuat arah kebijakan pemerintah Indonesia dalam menempatkan KI sebagai instrumen ekonomi strategis. Pelindungan kekayaan intelektual akan menjadi fondasi baru dalam penguatan ekosistem ekonomi kreatif dan inovasi nasional.
Masyarakat dan UMKM diimbau segera mencatatkan dan mendaftarkan kekayaan intelektual mereka melalui layanan resmi DJKI agar dapat memanfaatkan skema pembiayaan ini secara optimal.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Selatan, Andi Basmal, menyambut positif keputusan pemerintah tersebut dan menilai skema ini sebagai terobosan besar dalam mendorong pelaku UMKM naik kelas.
Ia menekankan bahwa KI yang sebelumnya hanya dianggap sebagai aset pelengkap kini benar-benar memiliki nilai ekonomi yang bisa dioptimalkan melalui pembiayaan formal.
“Ini adalah momentum penting bagi pelaku industri kreatif dan UMKM, termasuk di Sulawesi Selatan. Sertifikat KI bukan lagi sekadar dokumen legal, tetapi instrumen ekonomi yang bisa membuka akses permodalan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Andi Basmal menegaskan kesiapan Kanwil Kemenkum Sulsel untuk memperluas pendampingan, edukasi, serta membantu mendorong UMKM lokal agar mulai melakukan pencatatan dan pendaftaran KI sebagai syarat utama mengakses pembiayaan berbasis KI.
Ia menilai skema KUR ini dapat menyokong percepatan inovasi di daerah.
“Kami akan memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan lembaga keuangan agar pelaku usaha memahami valuasi KI dan cara memanfaatkannya. Dengan demikian, karya lokal Sulsel dapat bersaing dan berkembang tidak hanya di pasar nasional, tetapi juga internasional,” tegasnya.


















































