MK Diminta Uji Pasal Pembagian Kuota Haji

17 hours ago 5
MK Diminta Uji Pasal Pembagian Kuota HajiJemaah haji embarkasi Makassar (Dok : Andini KabarMakassar).

KabarMakassar.com — Mahkamah Konstitusi (MK) menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme pembagian kuota haji antarprovinsi.

Permohonan tersebut diajukan oleh Endang Samsul Arifin, seorang dosen, yang menilai ketentuan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi calon jemaah haji reguler.

Permohonan dengan Nomor 237/PUU-XXIII/2025 ini disidangkan dalam agenda pemeriksaan pendahuluan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Ruang Sidang Panel MK, Selasa (09/12).

Endang mempersoalkan ketentuan pembagian kuota haji reguler yang selama ini didasarkan pada dua opsi: proporsi jumlah penduduk muslim atau proporsi daftar tunggu antarprovinsi. Menurutnya, kebijakan yang berubah-ubah tiap tahun menyebabkan ketidakadilan dan kebingungan bagi calon jemaah.

“Kondisi ketidakpastian bagi para calon jemaah haji reguler yang disebabkan oleh kemungkinan berubahnya skema pembagian kuota antarprovinsi setiap tahun sangat berpotensi menimbulkan persepsi inkonsistensi kebijakan dan ketidakadilan. Ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap tata kelola haji di Indonesia,” ujar Endang.

Pemohon memaparkan bahwa pada musim haji 2025, Menteri Agama menggunakan skema pembagian berdasarkan jumlah penduduk muslim. Sementara pada musim haji 2026, skema berganti menjadi proporsi daftar tunggu.

Perubahan formula ini membuat masyarakat tidak dapat memprediksi peluang keberangkatan mereka.

Endang mencontohkan, calon jemaah yang tadinya diperkirakan berangkat pada tahun berikutnya bisa tiba-tiba tertunda, atau sebaliknya yang tidak diprediksi berangkat justru mendapat kuota lebih cepat.

Menurutnya, hal ini menimbulkan “ketidakpastian estimasi tahun keberangkatan” dan berpotensi merugikan jemaah dari berbagai provinsi.

Endang meminta MK menyatakan Pasal 13 ayat (2) inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai sebagai skema kombinasi antara jumlah penduduk muslim dan jumlah daftar tunggu yang diterapkan secara adil dan berimbang.

“Kedua skema tersebut tidak seharusnya dipertentangkan, tetapi dikombinasikan secara adil dan berimbang agar memberikan kepastian hukum sebagaimana amanat Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” ujarnya.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta Pemohon memperjelas kedudukan hukumnya (legal standing), termasuk hak konstitusional apa yang dirugikan akibat keberlakuan pasal tersebut.

“Haknya apa yang diberikan UUD 1945? Benar tidak anggapan dari keberlakuan norma ini membuat Pemohon merasa dirugikan?” tanya Enny.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Anwar Usman menyarankan agar Pemohon melengkapi argumentasi dengan studi perbandingan dari negara-negara mayoritas muslim tentang mekanisme pembagian kuota haji.

“Pada pasal yang diuji sebenarnya ada kelonggaran, tetapi Pemohon meminta rumusan yang kumulatif. Jadi harus diperjelas, ditambah lagi klausul adil dan berimbang agar permohonan lebih komprehensif,” ujarnya.

Ketua Panel Hakim Arief Hidayat memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Berkas perbaikan wajib diserahkan paling lambat Senin, 22 Desember 2025 pukul 12.00 WIB.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news