MK Tolak Pengujian UU Pemilu dan UU MD3 yang Diajukan Partai Buruh

1 day ago 10
MK Tolak Pengujian UU Pemilu dan UU MD3 yang Diajukan Partai BuruhKuasa Hukum Pemohon saat Sidang Pengucapan Putusan Perkara (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Partai Buruh yang menguji sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Sidang pengucapan putusan Nomor 131/PUU-XXIII/2025 digelar di Ruang Sidang MK, pada Kamis (16/10).

Permohonan Partai Buruh menyoroti Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (1) dan (2) UU Pemilu, serta Pasal 82 ayat (3) UU MD3. Fokus utama pemohon adalah ambang batas parlemen (parliamentary threshold), yakni ketentuan bahwa partai politik harus memperoleh minimal 4 persen suara sah secara nasional untuk berhak mengikuti perhitungan kursi DPR.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyatakan, permohonan tidak dapat diterima karena isu yang diajukan sejatinya telah diuji dan dimaknai secara bersyarat dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023.

“Permohonan ini belum saatnya diajukan karena pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan norma ambang batas parlemen sesuai putusan sebelumnya,” tegas Saldi saat membacakan pertimbangan hukum.

Saldi menambahkan, klaim kerugian atau potensi kerugian konstitusional yang diajukan Partai Buruh belum dapat dinilai, sehingga tidak ada hubungan sebab akibat antara norma yang dimohonkan dan kerugian yang diklaim. MK juga menegaskan bahwa Pasal 415 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 82 ayat (3) UU MD3 belum dapat dievaluasi karena masih bergantung pada pemaknaan Pasal 414 ayat (1) yang belum ditindaklanjuti pembentuk undang-undang.

Kuasa hukum Partai Buruh, Said Salahudin, menjelaskan bahwa permohonan mengacu pada ketentuan ambang batas parlemen yang dinilai tidak proporsional.

“Pembatasan representasi berdasarkan ambang batas semata menghilangkan suara sebagian kelompok masyarakat, menguntungkan partai besar, dan mengurangi pluralisme politik,” ujarnya.

Pemohon juga menyoroti inkonsistensi penerapan ambang batas dalam sistem proporsional. Menurut Partai Buruh, sistem proporsional bertujuan meminimalkan suara terbuang dan menyeimbangkan perbandingan suara dan kursi.

“Ambang batas nasional dianggap kontradiktif karena mengurangi kesetaraan warga negara, menghambat regenerasi politik, dan mempersempit representasi,”

Sebagai alternatif, Partai Buruh mengusulkan ambang batas berbasis daerah pemilihan (dapil) jika MK tetap menilai ambang batas diperlukan, bukan berbasis suara sah nasional. Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, atau setidaknya direvisi agar ambang batas berlaku per dapil.

Dengan putusan ini, MK menegaskan bahwa ambang batas parlemen nasional tetap berlaku hingga pembentuk undang-undang melakukan revisi, sebagaimana amanat Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news