Ketua Fraksi PAN DPR RI, Putri Zulkifli Hasan, (Dok: Ist).KabarMakassar.com — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan keharusan keterwakilan minimal 30 persen perempuan di jajaran pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) DPR RI disambut positif berbagai kalangan.
Salah satu dukungan datang dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) melalui ketuanya, Putri Zulkifli Hasan, yang menilai keputusan itu sebagai langkah maju dalam memperkuat posisi perempuan dalam proses pengambilan kebijakan di parlemen.
Menurut Putri, keputusan MK tersebut bukan hanya bersifat administratif, tetapi juga simbol pengakuan terhadap peran strategis perempuan dalam politik. Ia menyebut kehadiran perempuan di struktur pimpinan DPR sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan lebih inklusif dan merepresentasikan kebutuhan masyarakat secara luas.
“Putusan ini menguatkan pesan bahwa perempuan harus hadir di ruang pengambilan keputusan, termasuk di level pimpinan AKD. Ini momentum penting bagi kesetaraan politik di parlemen,” ujar Putri, dikutip dari lama resmi Fraksi PAN DPR RI, Minggu (02/10).
PAN sendiri diklaim telah menerapkan prinsip keterwakilan perempuan sebelum adanya putusan tersebut. Beberapa kader perempuan partai berlambang matahari itu kini menduduki posisi strategis di DPR. Putri Zulkifli Hasan menjabat Wakil Ketua Komisi XII DPR, sementara Desy Ratnasary dipercaya sebagai Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).
“Alhamdulillah di Fraksi PAN kami telah memberikan ruang bagi srikandi-srikandi partai untuk ikut dalam posisi pimpinan AKD. Ini menunjukkan komitmen PAN terhadap penguatan peran perempuan di parlemen,” ungkapnya.
Putusan MK ini tertuang dalam perkara Nomor 169/PUU-XXII/2024 yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Jakarta, Kamis (30/10). Dalam amar putusannya, MK mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh tiga pemohon, yakni Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, dan Titi Anggraini.
MK menyatakan bahwa keterwakilan perempuan harus ada di seluruh unsur alat kelengkapan DPR, baik pada tingkat anggota maupun pimpinan. Ketentuan ini berlaku untuk semua struktur AKD, termasuk Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Panitia Khusus, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, Mahkamah Kehormatan Dewan, serta Badan Urusan Rumah Tangga.
Langkah MK ini dipandang sebagai tonggak penting dalam memperkuat pelaksanaan prinsip keadilan gender di lembaga legislatif. Dengan adanya ketentuan tersebut, partai politik diharapkan dapat lebih serius menempatkan kader perempuan di posisi strategis, bukan sekadar memenuhi persyaratan administratif.
Pengamat politik menilai, putusan ini akan membawa implikasi besar terhadap dinamika internal partai politik, terutama dalam hal rekrutmen dan penempatan anggota di DPR. Selain mendorong perubahan struktur, keputusan ini juga menjadi pengingat agar keterwakilan perempuan tidak berhenti pada tataran simbolik, tetapi benar-benar diiringi dengan peran aktif dalam perumusan kebijakan.
Dengan dukungan dari fraksi-fraksi seperti PAN, implementasi keputusan ini diharapkan tidak menemui hambatan berarti. Kehadiran perempuan di posisi pimpinan AKD menjadi langkah nyata menuju parlemen yang lebih inklusif, representatif, dan sensitif terhadap kepentingan seluruh warga negara bukan hanya dari satu perspektif gender.


















































