Pemerintah Siapkan Wajib Belajar 13 Tahun, DPR Minta Konsep dan Anggaran Matang

4 weeks ago 27
Pemerintah Siapkan Wajib Belajar 13 Tahun, DPR Minta Konsep dan Anggaran MatangSiswi SD di Kabupaten Gowa (Dok: KabarMakassar).

KabarMakassar.com — Pemerintah resmi menggulirkan kebijakan baru yang akan memperpanjang program wajib belajar dari 12 tahun menjadi 13 tahun, mencakup pendidikan dari taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA).

Kebijakan ini menandai langkah strategis untuk memperkuat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan menanamkan karakter sejak usia prasekolah.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menjelaskan, penerapan program ini akan dimulai pada tahun 2026. Pemerintah tengah menyiapkan berbagai aspek teknis agar implementasinya berjalan efektif dan merata di seluruh Indonesia.

“Jumlahnya berapa, volumenya berapa, nanti bisa disampaikan. Yang jelas, fokusnya pada penguatan pendidikan dasar sejak usia dini,” kata Abdul Mu’ti.

Kebijakan ini mendapat dukungan dari sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, terutama dari Komisi X yang membidangi pendidikan.

Anggota Komisi X DPR RI, Lestari Moerdijat, menilai perubahan kebijakan wajib belajar 13 tahun merupakan langkah progresif dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) nasional. Namun, ia menegaskan, keberhasilan program ini bergantung pada pemahaman dan dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah daerah hingga masyarakat.

“Rencana ini harus mendapat perhatian dan pemahaman dari semua pihak. Pembentukan kemampuan dasar di usia dini sangat krusial bagi perkembangan generasi bangsa,” ujarnya.

Menurut Lestari, pendidikan anak usia dini merupakan fondasi utama dalam membangun kemampuan numerasi, literasi, serta karakter anak bangsa.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 30,2 juta anak usia dini (0–6 tahun) di Indonesia pada tahun 2023, setara dengan 10,91 persen dari total populasi nasional. Data ini memperkuat pandangan UNICEF yang menilai layanan PAUD memiliki dampak besar terhadap perkembangan sosial dan kognitif anak-anak.

Namun, di balik dukungan tersebut, DPR juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam mematangkan konsep dan pembiayaan program baru ini.

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKS, Abdul Fikri Faqih, menegaskan perlunya kajian menyeluruh terkait konsekuensi implementasi kebijakan wajib belajar 13 tahun yang kini tengah dibahas dalam Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

“Penambahan masa wajib belajar harus diikuti perencanaan matang dari sisi kurikulum, kelembagaan, dan anggaran pendidikan. Jangan sampai menambah satu tahun dari PAUD tanpa kesiapan konsep dan pembiayaan yang jelas,” tegas Fikri, Kamis (23/10).

Fikri menjelaskan, Fraksi PKS terus mengawal revisi UU Sisdiknas meski DPR sedang dalam masa reses. Serangkaian FGD digelar untuk memastikan proses revisi berjalan substantif, transparan, dan partisipatif.

“Tanpa menunggu masa sidang dibuka, kami terus mengawal revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 agar hasilnya berpihak pada rakyat dan dunia pendidikan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti perlunya sinkronisasi lintas regulasi, terutama antara RUU Sisdiknas dan undang-undang pendidikan lainnya, seperti UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, serta UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

“Kita tidak bisa hanya harmonisasi tiga undang-undang besar itu. Ada kaitannya juga dengan UU Pemerintahan Daerah, UU ASN, hingga UU Pesantren. Semuanya harus diselaraskan agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan,” jelasnya.

Fikri juga mengingatkan agar proses revisi tidak menggunakan pendekatan omnibus law yang tergesa-gesa dan berpotensi menghasilkan undang-undang lemah.

“Pendekatan cepat sering menimbulkan banyak kelemahan. Kita tidak ingin undang-undang baru justru langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Program wajib belajar di Indonesia pertama kali diterapkan untuk 9 tahun pendidikan (SD enam tahun dan SMP tiga tahun). Kebijakan ini kemudian diperpanjang menjadi 12 tahun pada 2015, mencakup jenjang hingga SMA/SMK. Kini, pemerintah kembali memperluas cakupannya menjadi 13 tahun dengan memasukkan pendidikan anak usia dini sebagai bagian integral dari sistem wajib belajar nasional.

Langkah ini menandai komitmen negara dalam memastikan akses pendidikan yang merata dan inklusif sejak usia dini hingga remaja.

Menutup pandangannya, Fikri menegaskan komitmen DPR untuk terus mengawal revisi UU Sisdiknas agar benar-benar berpihak pada rakyat dan dunia pendidikan.

“Kami ingin memastikan tidak ada anak bangsa yang tertinggal, no one left behind. Dari Aceh sampai Papua, semua berhak mendapat pendidikan bermutu dan berkeadilan,” tutupnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news