KabarMakassar.com — Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menegaskan komitmen kuat dalam menertibkan dan mengembalikan aset-aset daerah yang selama ini diserobot atau belum memiliki kejelasan status hukum.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menargetkan dalam lima tahun ke depan, 70 persen aset pemerintah dapat kembali dimiliki dan bersertifikat resmi atas nama Pemkot.
Langkah ini ditegaskan Munafri saat memimpin Rapat Koordinasi Penertiban dan Sertifikasi Aset Pemerintah Kota Makassar di Balai Kota, Senin (13/10).
Rapat tersebut dihadiri oleh Staf Khusus Kementerian ATR/BPN Bidang Reforma Agraria Rezka Oktoberia, Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar Adri Virly Rachman, serta sejumlah pimpinan perangkat daerah seperti Bappeda, Dinas PU, BPKAD, Dinas Pertanahan, Dinas Penataan Ruang, dan Bagian Hukum Setda Makassar.
Munafri yang akrab disapa Appi menyebutkan bahwa banyak aset pemerintah saat ini masih rawan digugat oleh pihak ketiga, termasuk fasilitas publik seperti sekolah dasar, kantor lurah, dan kantor camat.
Ia menilai lemahnya legalitas formal menjadi celah bagi pihak tertentu untuk mengklaim lahan yang secara faktual telah digunakan pemerintah puluhan tahun.
“Beberapa aset kita sudah sempat lepas, bukan hanya yang bersifat komersil, tapi juga fasilitas pelayanan publik seperti sekolah, kantor lurah, dan kantor camat. Karena itu, kita butuh langkah cepat dan kolaboratif,” tegas Appi.
Ia mengungkapkan bahwa Pemkot bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar tengah membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang akan fokus melakukan verifikasi, penertiban, dan penyelesaian sengketa lahan pemerintah.
Gugus tugas ini menjadi langkah strategis untuk menertibkan aset dan memastikan seluruh tanah milik Pemkot memiliki kekuatan hukum yang sah.
“Rapat ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi. Penertiban aset harus diselesaikan bersama. Pemerintah Kota butuh pendampingan BPN dalam aspek sertifikasi dan perlindungan hukum,” ujar Appi.
Menurutnya, target 70 persen aset bersertifikat dalam lima tahun bukanlah angka sembarangan, tetapi hasil dari evaluasi kondisi lapangan dan potensi penyelesaian aset bermasalah.
Ia menilai capaian ini realistis jika seluruh pihak bekerja sinkron, mulai dari perangkat daerah, BPN, hingga dukungan pemerintah pusat.
“Kami ingin membentuk tim percepatan pengelolaan dan sertifikasi aset agar seluruh aset memiliki legalitas yang kuat. Jadi ke depan, persoalan aset bukan hanya tanggung jawab Pemkot, tapi tanggung jawab bersama Pemkot dan BPN,” jelasnya.
Selain mempercepat sertifikasi, Pemkot juga akan mendorong Kementerian ATR/BPN agar memperkuat regulasi perlindungan aset pemerintah yang telah digunakan untuk kepentingan publik dalam waktu lama.
Menurut Appi, aset seperti sekolah dan kantor pemerintahan yang sudah ditempati lebih dari dua dekade seharusnya otomatis diakui sebagai milik pemerintah daerah.
“Ada fasilitas pemerintah yang sudah digunakan lebih dari 20 tahun. Entah ada sertifikat atau tidak, seharusnya sudah jadi milik Pemkot. Ini yang kami minta agar dijamin dalam aturan,” katanya.
Appi juga menyoroti keberadaan mafia tanah yang sering memanfaatkan celah hukum dan administrasi untuk mengklaim lahan pemerintah.
Ia menilai, praktik semacam ini harus diberantas melalui koordinasi lintas sektor serta penegakan hukum yang tegas.
“Aset strategis dengan nilai ekonomi tinggi kerap jadi incaran pihak tertentu. Ini yang perlu kita lindungi bersama. Pemerintah tidak boleh lagi kecolongan,” ujarnya.
Appi juga menegaskan bahwa kolaborasi ini bukan hanya untuk kepentingan pemerintah, melainkan demi kepastian hukum dan kesejahteraan masyarakat.
“Kolaborasi ini untuk memastikan tidak ada lagi aset pemerintah yang berpindah tangan tanpa dasar hukum yang jelas. Semua untuk masyarakat Makassar dan keberlanjutan kota ini,” tandasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kota (Sekda) Makassar, A. Zulkifly Nanda mengatakan, hingga saat ini tercatat lebih dari 6.900 bidang tanah dalam Kartu Inventarisasi Barang (KIB) Pemkot Makassar.
Namun dari jumlah itu, hanya sekitar 2.423 bidang tanah yang telah bersertifikat, sementara lebih dari 4.500 bidang lainnya belum memiliki sertifikat resmi.
Bahkan, sebagian dari aset yang telah bersertifikat pun belum sepenuhnya atas nama Pemerintah Kota Makassar.
“Masih banyak aset kita yang tercatat di buku KIP, tapi belum atas nama pemerintah kota. Contohnya saja Balai Kota, yang dulunya kantor gubernur, kini harus diperbarui sertifikatnya agar sah sebagai milik Pemkot,” jelas Zulkifly, Jumat (10/10).
Permasalahan lain muncul dari ketidaksesuaian antara data administratif dan kondisi di lapangan. Beberapa aset tercatat dalam dokumen resmi, namun tidak memiliki bukti fisik yang kuat. Ada pula yang status kepemilikannya masih tumpang tindih atau tidak jelas.
“Ada aset yang tercatat di KIB, tetapi secara administrasi tidak bisa dibuktikan kepemilikannya. Kadang hanya catatan tanpa buku tanah atau dokumen pendukung lainnya,” ungkapnya.
Situasi ini, kata Zulkifly, menimbulkan potensi konflik kepemilikan, terutama pada aset-aset lama yang peralihannya dulu tidak disertai administrasi yang lengkap.
“Banyak lahan sekolah yang dulu diserahkan masyarakat, tapi tanpa dokumen resmi. Akibatnya, sekarang muncul klaim dari ahli waris karena aset itu tidak terlindungi secara hukum,” tambahnya.
Zulkifly menegaskan, Pemkot Makassar tetap memprioritaskan sertifikasi aset, terutama yang digunakan untuk pelayanan publik seperti kantor, sekolah, dan rumah sakit. Namun, keterbatasan anggaran menjadi penghambat utama.