
KabarMakassar.com — Kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) dalam pengalokasian anggaran infrastruktur jalan menuai kritik tajam.
Anggota Komisi D DPRD Sulsel menilai bahwa wilayah Luwu Raya dan Toraja secara nyata belum mendapat porsi yang adil dalam proyek-proyek pembangunan jalan, terutama dalam skema anggaran multi years tahun berjalan.
Kritik ini mendorong klarifikasi dari Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Sulsel, Astina Abbas, yang mengakui belum adanya pelibatan signifikan wilayah tersebut dalam program prioritas 2025.
Meski demikian, pihaknya memastikan bahwa rencana pembangunan untuk Luwu dan Toraja telah masuk dalam agenda bertahap.
“Memang saat ini Luwu dan Toraja belum terakomodasi dalam lima paket besar multi years. Tapi bukan berarti tidak direncanakan. Sudah ada tahapan untuk itu,” jelas Astina saat rapat kerja bersama Komisi D DPRD Sulsel, Kamis (07/08).
Astina menyebutkan, untuk Toraja Utara, Pemerintah Provinsi berencana mengusulkan beberapa ruas jalan melalui skema Instruksi Jalan Daerah (IJD) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Beberapa ruas bahkan sempat ditangani dan tinggal menyisakan tahap penyelesaian.
Sementara untuk Kabupaten Luwu Timur, ruas jalan Nuha–Beteleme akan mulai dikerjakan pada tahun 2025. Penanganan awal sepanjang 35 kilometer telah dimasukkan dalam nota kesepakatan dan siap difungsikan secara bertahap.
Wilayah ini juga menjadi prioritas karena adanya keterlibatan perusahaan swasta, seperti PT Vale Indonesia, dalam program pemeliharaan rutin.
“Kalau untuk Beteleme di Luwu Timur, tahun ini sudah kita masukkan dalam nota kesepakatan. Tahap awal sekitar 35 kilometer kita fungsionalkan dulu,” ungkap Astina.
Sedangkan untuk wilayah Luwu Utara, penanganan infrastruktur jalan juga terus diupayakan. Salah satu titik yang disebut adalah akses ke arah Seko, yang masih menyisakan sekitar 15 kilometer dan diusulkan masuk dalam program IJD.
Pemerintah Provinsi juga mempertimbangkan dukungan infrastruktur untuk pembangunan rumah sakit di kawasan Rantepao, Toraja Utara.
“Rantepao jadi prioritas karena ada rencana pembangunan rumah sakit juga di sana. Jadi kami sesuaikan dengan kebutuhan strategis wilayah,” ujarnya.
Meski rencana per wilayah telah disebutkan, DPRD tetap menekankan pentingnya keadilan distribusi anggaran di seluruh daerah, bukan hanya kawasan strategis tertentu.
Mereka menyoroti tidak masuknya Luwu Raya dan Toraja dalam paket proyek multi years 2025, yang dianggap menjadi bentuk perlakuan diskriminatif terhadap wilayah yang secara geografis masih mengalami ketertinggalan konektivitas.
Astina pun merespons bahwa skema multi years bukan satu-satunya pendekatan pembangunan. Ia mengklaim bahwa tidak semua jalan dapat langsung masuk paket besar karena beberapa faktor teknis dan administratif, termasuk status aset, kesiapan lahan, dan kejelasan usulan dari daerah.
“Kalau kita langsung campur semua tanpa kesiapan, bisa timbul masalah. Karena itu perlu proses, apalagi yang lewat IJD itu menunggu keputusan pusat juga,” tambahnya.
Pihaknya menyampaikan bahwa sebagian proyek masih dalam tahap koordinasi dengan Balai Jalan Nasional dan kementerian terkait, serta menunggu kejelasan pencairan dana untuk proyek-proyek IJD.
“Menurut informasi dari balai, pelaksanaan akan dimulai September. Kita berharap sebelum akhir tahun sudah bisa berjalan,” ujarnya lagi.
Dinas Bina Marga juga menyebutkan sejumlah proyek lain, seperti lanjutan pembangunan di Batu Sitanduk, yang memiliki nilai budaya penting dan kini sedang dalam proses pengusulan ulang melalui jalur kebudayaan.
“Kita juga tetap di Batu Sitanduk untuk melestarikan budaya ini juga penting,” Pungkasnya.