Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman (dok. Syamsi/KabarMakassar)KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bakal menyiapkan usulan skema kerja sosial yang humanis bagi pelaku tindak pidana ringan.
Hal itu dilakukan menyusul ditandatanganinya MoU antara Keksaan Tinggi Sulsel dan Pemprov Sulsel terkait implementasi KUHP baru, di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Kamis (20/11/2025).
Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan bahwa model kerja sosial yang akan diterapkan harus mempertimbangkan kondisi fisik, usia, dan kemampuan pelaku.
Kebijakan ini dinilai penting agar pidana kerja sosial tidak hanya menjadi bentuk hukuman, tetapi juga bentuk kontribusi nyata bagi masyarakat.
Dalam pernyataannya, Andi Sudirman mengatakan bahwa pemerintah daerah menyambut baik terobosan dari Kejaksaan, khususnya Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) dan Kajati Sulsel.
Dia menilai pidana kerja sosial dapat menjadi alternatif yang lebih bermanfaat dibanding pidana penjara bagi pelaku tindak pidana ringan.
Menurutnya, hal ini juga dapat mengurangi beban negara yang selama ini harus menanggung biaya pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan.
“Harapan kami tentu memang bagaimana ini bisa bermanfaat, karena kalau masuk lapas kan pembebanan negara juga, apalagi ini kan sifatnya yang ringan-ringan ya, dan masih bisa untuk berkontribusi untuk masyarakat dan juga recovery lebih cepat,” ujar Andi Sudirman, Kamis (20/11).
Dia menambahkan bahwa pidana kerja sosial memberikan ruang bagi pelaku untuk pulih lebih cepat dan tetap produktif bagi masyarakat. Pemerintah daerah disebut siap memberikan dukungan penuh sepanjang implementasinya berjalan sesuai ketentuan.
Andi Sudirman juga meminta dukungan masyarakat untuk turut mendukung program pidana kerja sosial ini. Dia menyebut bahwa pendekatan baru tersebut membutuhkan kesiapan semua pihak agar dapat diterapkan secara efektif di lapangan.
Menurutnya, pendampingan dari kejaksaan kepada pemerintah daerah menjadi kunci agar kebijakan ini berjalan sesuai prinsip yang diatur dalam KUHP baru.
“Tentu kami sangat apresiasi dan karena ini hal baru, maka kami mohon tentu dukungan masyarakat untuk mensupport program ini, termasuk dari Kejaksaan untuk melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam implementasinya di lapangan nantinya,” katanya.
Dia menegaskan bahwa pemerintah daerah membutuhkan panduan teknis yang jelas untuk menjalankan program ini. Hal tersebut dinilai penting agar daerah tidak salah menafsirkan ruang lingkup kerja sosial.
Salah satu aspek penting yang mendapat perhatian adalah penyesuaian jenis kerja sosial berdasarkan kondisi pelaku, terutama bagi mereka yang telah lanjut usia.
Dia menyebut bahwa tidak semua jenis pekerjaan cocok bagi pelaku berusia 75 tahun ke atas atau mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Oleh karena itu, pemerintah akan mengusulkan tugas-tugas yang lebih ringan dan tidak menuntut kemampuan fisik berlebih.
“Ya, pasti disesuaikan dengan kondisi ya. Tadi disampaikan ada menjaga perpustakaan kan tidak membutuhkan fisik yang berat. Ada juga yang membersihkan, mungkin dilihat fisiknya juga dikondisikan,” ujarnya.
Andi Sudirman menegaskan bahwa usulan tersebut semata-mata untuk memastikan bahwa pidana kerja sosial tidak menjadi beban berlebihan bagi pelaku.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah akan mengusulkan bentuk-bentuk kerja sosial yang realistis, sementara keputusan akhir tetap berada di tangan kejaksaan.
Menurutnya, pemahaman teknis mengenai jenis pidana ini memang lebih dikuasai oleh aparat kejaksaan. Pemerintah daerah akan mengoordinasikan pelaksanaan di lapangan setelah jenis tugas yang ditetapkan disepakati bersama.
“Kita akan memberikan tentu pengusulan saja, karena bidangnya kan dari teman-teman kejaksaan lebih paham. Nanti bagaimana kemudian format yang diputuskan untuk dilaksanakan itu yang kita laksanakan bersama,” pungkasnya.


















































