
KabarMakassar.com — Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol Setiadi Sulaksono menegaskan bahwa penerapan Restoratif Justice (RJ) tidak serta-merta bisa diberikan kepada seluruh tersangka yang terlibat dalam kerusuhan saat aksi pada 29 Agustus lalu di Makassar.
Setiadi menerangkan dalam penerapan tersebut ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar suatu perkara dapat diselesaikan melalui RJ. Salah satunya, ancaman hukuman berada di bawah lima tahun penjara serta tidak menimbulkan keresahan luas di masyarakat.
Setiadi menegaskan, prinsip utama dalam penerapan RJ adalah memastikan keadilan tetap berjalan tanpa mengabaikan kepentingan korban dan keamanan masyarakat.
“Ada syarat-syarat. Ancaman hukuman di bawah 5 tahun, ada pasal-pasal tertentu yang bisa RJ. Tapi tidak semuanya bisa, apalagi kalau sudah menyangkut nyawa orang,” kata Setiadi, Rabu (17/09).
Setiadi mengungkapkan bahwa kasus perusakan hingga pembakaran yang dilakukan mahasiswa tidak termasuk kategori yang bisa diselesaikan dengan RJ.
“Peluang RJ belum ada, karena rata-rata mereka melakukan pembakaran dan perusakan,” tegasnya.
Meski begitu, polisi tetap membuka kemungkinan RJ terhadap anak di bawah umur yang terlibat dalam kerusuhan. Ia menyebut, terdapat pelaku berusia 12 tahun yang perannya hanya sebatas melempar.
“Kalau anak di bawah umur, tentu penanganannya berbeda. Ada mekanisme melalui Balai Pemasyarakatan (Bapas), juga melibatkan Kementerian Sosial. Jadi ada pertimbangan khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra meminta pihak kepolisian untuk mempercepat proses penanganan terhadap tersangka anak dibawah umur dan memberikan restoratif justice (RJ) para mahasiswa yang ditetapkan tersangka dalam kasus pembakaran dan penjarahan di kantor DPRD Sulawesi Selatan dan Makassar.
“Saya ingin agar mereka dipercepat proses pemeriksaannya dan sedapat mungkin tidak terlalu berat kesalahannya, agar itu dapat segera dikembalikan atau ditangguhkan penahanannya dan diserahkan kepada orang tua masing-masing, agar dapat dibina oleh keluarganya dan kembali ke tengah-tengah masyarakat,” kata Yusril kepada wartawan, Rabu (10/09).
Tak hanya itu, Yuzril juga meminta kepada pihak kepolisian untuk segera mengupayakan langkah-langkah restoratif justice (RJ) terhadap mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Terhadap mahasiswa kita juga mengupayakan suatu langkah yang paling baik. Kalau sekiranya tidak cukup bukti atau tidak berat kesalahannya kemungkinan restorasi justice kita akan kedepankan,” katanya.
“Tapi, kalau melakukan kesalahan (seperti) penjarahan, pembakaran yang menyebabkan orang meninggal itu yang akan kita teruskan ke tingkat pengadilan,” lanjutnya.
Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan itu sempat megunjungi para tersangka pembakaran dan penjarahan kantor DPRD Sulsel dan Makassar yang sementara ditahan di Polda Sulsel dan Polrestabes Makassar.
Dalam kunjungannya, Yusril memastikan seluruh hak-hak tersangka dapat terpenuhi dengan baik, begitupun dengan proses hukum jika pidana para tersangka tidak berat, ia meminta agar diberikan RJ.
“Ada harapan mereka untuk restoratif justice, terutama itu diungkapkan oleh mahasiswa. Kalau mahasiswa mungkin paham ya, tapi yang lain-lain seperti ada yang petugas kebersihan, ada yang buruh, itu mungkin tidak paham tentang restoratif justice. Tapi ketidakpahaman mereka ini jangan kita biarkan, kita justru harus memberikan keadilan kepada mereka,” imbuhnya.
Meski dirinya meminta untuk memberikan RJ, namun Yusril mengatakan bahwa pihak kepolisian harus mendalami kasus yang dilakukan para tersangka sebelum pemberian RJ dilakukan.
“Itu kami masih mau mendalami, karena memang sampai saat ini undang-undang tentang restoratif justice itu masih dalam proses untuk segera diselesaikan sebelum KUHP baru dilaksanakan pada bulan Januari yang akan datang,” pungkasnya.