Minuman Berpemanis dalam Kemasan di supermarket. - Ilustrasi - StockCake
Afiffah Rahmah Nurdifa
Harianjogja.com, JAKARTA—Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menilai penundaan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2026 sebagai langkah tepat di tengah tekanan industri minuman dan lemahnya pertumbuhan konsumsi nasional.
Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengatakan kebijakan cukai MBDK belum tepat dari sisi waktu maupun dasar pertimbangannya, terutama ketika industri fast-moving consumer goods (FMCG), termasuk sektor minuman, masih mengalami tekanan berat.
“Dari sisi waktu, memang kondisi industri FMCG, termasuk industri minuman, masih dalam kondisi yang berdarah,” kata Triyono kepada Bisnis, Sabtu (13/12/2025).
Ia menjelaskan tingkat pertumbuhan industri hingga kuartal III tahun 2025 hanya mencapai 1,8%. Sementara itu, pertumbuhan positif hanya ditopang oleh kategori Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang masih mencatatkan pertumbuhan 2,4% pada Oktober 2025.
“Kategori minuman siap saji lainnya masih mengalami pertumbuhan negatif hingga kuartal III tahun ini, sehingga penundaan wacana cukai MBDK sangat tepat,” jelasnya.
Dari sisi substansi kebijakan, Triyono menilai cukai MBDK tidak tepat dijadikan instrumen pengendalian penyakit tidak menular (PTM). Sejumlah studi menunjukkan minuman berpemanis dalam kemasan hanya berkontribusi sekitar 6,5% terhadap total konsumsi kalori per kapita masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, lanjutnya, harapan bahwa kenaikan harga akibat cukai MBDK dapat menurunkan konsumsi dan prevalensi PTM dinilai tidak realistis.
“Pemerintah perlu jujur melihat bahwa sumber risiko terbesar PTM bukan berasal dari produk minuman berpemanis, sehingga dibutuhkan kebijakan yang lebih tepat sasaran,” ujarnya.
Lebih lanjut, Triyono menegaskan penerapan cukai MBDK justru berpotensi merugikan Indonesia dalam dua aspek utama. Pertama, menekan kinerja industri minuman nasional.
“Kebijakan tersebut akan menambah tekanan terhadap daya serap tenaga kerja industri minuman dan berpotensi mempercepat proses deindustrialisasi,” pungkasnya.
Kedua, menurut dia, penerapan cukai MBDK tidak akan berdampak signifikan terhadap penurunan prevalensi penyakit tidak menular, sehingga manfaat kebijakan tersebut dinilai tidak sebanding dengan risikonya bagi perekonomian nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara

2 hours ago
3
















































