PKS Dorong Kajian Pajak Kekayaan: Jawaban atas Ketimpangan

1 week ago 2
 Jawaban atas Ketimpangan Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Handi Risza, (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Handi Risza, menegaskan bahwa gagasan pemberlakuan Pajak Kekayaan (Wealth Tax) layak diangkat ke ruang publik dan dikaji serius implementasinya di Indonesia.

Menurutnya, isu ini mendesak karena menyangkut keadilan distribusi sekaligus keberlanjutan fiskal negara. Handi memaparkan, salah satu alasan utama mendukung wacana tersebut adalah rendahnya rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax ratio). Pada 2024, tax ratio Indonesia hanya mencapai 10,08 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya.

“Meskipun penerimaan pajak secara nominal naik, pertumbuhannya tidak melebihi PDB nominal. Akibatnya tax ratio justru turun,” jelas Handi dalam keterangannya, Kamis (04/09).

Handi juga menyoroti ketidakadilan distribusi kekayaan yang kian tajam. Berdasarkan World Inequality Report 2022, satu persen orang terkaya Indonesia menguasai sekitar 30 persen kekayaan nasional, sementara 50 persen kelompok termiskin hanya menikmati lima persen.

Kesenjangan itu semakin gamblang ketika pandemi melanda. Data Forbes 2022 menunjukkan, saat sebagian besar rakyat terpuruk, rata-rata kekayaan 100 orang terkaya justru meningkat signifikan. Bahkan riset Celios 2024 menyebutkan, harta 50 konglomerat setara dengan kekayaan 50 juta masyarakat Indonesia.

“Fenomena ini jelas menunjukkan adanya ketidakadilan distribusi. Karena itu, pajak kekayaan menjadi instrumen yang patut dipertimbangkan untuk mempersempit ketimpangan,” tegas Handi.

Handi menambahkan, isu pajak kekayaan bukan hanya perdebatan domestik. Forum G20 sejak tahun lalu telah membahas mekanisme perpajakan baru yang menyasar kalangan super kaya. Sejumlah negara Eropa bahkan lebih dulu menerapkannya, dengan dukungan kesadaran publik yang tinggi atas kesenjangan pendapatan dan praktik penghindaran pajak.

Di Indonesia, wacana ini menguat sejak Presiden Prabowo Subianto terpilih pada 2024. Saat itu, Prabowo menegaskan pentingnya mengoptimalkan penerimaan pajak dari kalangan crazy rich sebagai bagian dari strategi fiskal pemerintah.

Namun, Handi mengingatkan, implementasi pajak kekayaan tidak bisa dilakukan secara serampangan. “Perlu ada penyesuaian, termasuk pengawasan berbasis teknologi, kerja sama antar-lembaga, ketentuan jelas mengenai objek pajak kekayaan, serta reformasi tarif PPh bagi mereka yang berpenghasilan tinggi,” ujarnya.

PKS menekankan, wacana pajak kekayaan tidak boleh berhenti di tataran retorika. Pemerintah harus menyiapkan tahapan matang melalui riset bersama, uji publik dengan akademisi dan pelaku usaha, serta melibatkan DPR jika memang membutuhkan payung hukum undang-undang.

“Bagi PKS, prinsip redistribusi pendapatan yang adil menjadi pijakan utama. Tujuannya agar ketimpangan bisa dikurangi. Di satu sisi penerimaan negara meningkat, di sisi lain rakyat merasakan fasilitas publik yang lebih baik dan berkualitas,” tegas Handi.

Meski mendukung arah kebijakan, PKS memberi peringatan soal tantangan besar di lapangan. Tanpa pengawasan ketat, pajak kekayaan bisa mendorong pelarian modal, memperluas penghindaran pajak, bahkan menciptakan ruang baru bagi praktik korupsi di birokrasi perpajakan.

Menurut Handi, pemerintah perlu membangun sistem perpajakan yang kredibel dan transparan agar rakyat percaya. “Negara boleh mencari penerimaan, tetapi jangan sampai mengorbankan kepercayaan publik. Itulah fondasi utama dalam setiap kebijakan fiskal,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news