
KabarMakassar.com — Usulan penghentian sementara program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencuat pasca maraknya kasus keracunan menuai respon dari Komisi IX DPR RI. Sejumlah pihak, termasuk orangtua siswa, mendesak agar program itu dihentikan karena dianggap berisiko. Namun, anggota dewan menilai penghentian bukan solusi yang tepat.
Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi menegaskan bahwa tujuan utama kehadiran MBG adalah untuk memperbaiki gizi anak. Dia menilai justru pemberian MBG menjadi salah satu instrumen penting negara dalam meningkatkan kualitas generasi muda.
“Usulan penghentian MBG, saya kira keliru juga karena kan tujuan utama kehadiran MBG ini kan dalam rangka mengintervensi dan memperbaiki gizi anak. Sehingga salah satu solusinya itu kan pemberian MBG,” ujarnya.
Meski demikian, dia mengakui program ini perlu dievaluasi secara menyeluruh. Evaluasi tersebut, menurutnya, bisa menyasar aspek teknis maupun sistem pelaksanaan agar lebih aman dan berkualitas.
“Tapi bahwa perlu kita evaluasi, oke kita evaluasi. Kalau ada kelalaian, ada kesalahan, sistemnya yang kita perbaiki, bukan menghentikan programnya,” tegasnya.
Ashabul Kahfi menambahkan, dirinya mendukung langkah evaluasi sistem penyelenggaraan MBG, terkhusus pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG yang bermasalah. Namun, dia berharap program ini tetap dilanjutkan karena sudah terbukti bermanfaat di sejumlah daerah.
“Memang sih saya lihat perlu ada evaluasi, perbaikan sistem terhadap MBG ini. Kita tentu berharap bahwa MBG tetap berjalan kecuali SPPG-SPPG yang bermasalah, itu yang perlu dilakukan evaluasi,” ucap mantan Ketua DPW PAN Sulsel itu.
“Satu kesyukuran bahwa di Sulsel sampai hari ini, MBG yang ada berjalan dengan baik, pelayanannya berjallan dengan baik, dan tidak terdengar adanya keluhan termasuk keracunan,” jelasnya.
Dia juga sepakat atas masukan dari sejumlah pakar yang menilai menu MBG perlu disesuaikan dengan pangan lokal. Terlebih lagi, di sejumlah daerah, hidangan MBG berupa burger hingga spaghetti. Dia menekankan pentingnya diversifikasi menu agar lebih sesuai dengan kearifan lokal dan kebutuhan gizi anak.
“Memang kan disesuaikan dengan ketersediaan pangan lokal. Jadi di Sulsel ini kan banyak ikan. Tidak harus monoton ayam, bisa ikan, bisa telur. Yang pasti MBG ini memanfaatkan potensi pangan lokal,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga angkat bicara terkait kasus keracunan yang menimpa sejumlah anak penerima MBG. Lembaga ini menilai pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk mencegah kejadian serupa terulang.
“KPAI menyoroti berbagai peristiwa keracunan makanan yang terus meningkat, kejadiannya bukan menurun ya. Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak,” kata Wakil Ketua KPAI Jasra Pustra dikutip dari siaran persnya, Minggu (21/9/2025).
Jasra menekankan bahwa evaluasi menyeluruh harus dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN). Dia bahkan mengusulkan penghentian sementara program MBG hingga instrumen panduan dan pengawasan benar-benar dijalankan secara optimal.
“Artinya pemerintah perlu evaluasi menyeluruh program MBG. KPAI usul hentikan sementara, sampai benar-benar instrumen panduan dan pengawasan yang sudah dibuat BGN benar-benar dilaksanakan dengan baik,” sambungnya.
Menurut Jasra, kasus keracunan yang melibatkan anak-anak tidak bisa lagi ditolerir. Dia mengungkapkan bahwa korban bukan hanya siswa sekolah dasar, tetapi juga anak-anak usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
“Saya kira pertahanan anak sekecil itu, sangat berbeda dengan orang dewasa. Apalagi kita tahu, kebijakan negara yang mengetahui kondisi dari dalam keluarga (masih sulit ditembus),” ujarnya.
Jasra memahami pemerintah memiliki target besar dalam penyaluran MBG kepada penerima manfaat. Namun, dia mengingatkan agar aspek kesehatan anak tetap menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan program.
“Anak-anak ini pertahanannya masih sangat lemah, tubuhnya masih perlu ditegakkan dengan dukungan khusus. Dan mereka tidak mudah mendiskripsikan kondisi kesehatan,” tutur Jasra.
Lebih jauh, KPAI menilai pentingnya ada petugas khusus untuk menangani kasus keracunan makanan pada anak. Jasra menyebut perlunya sarana kesehatan darurat yang memadai bagi anak-anak penerima MBG.
“Begitu juga bila mengalami situasi darurat, perlu alat alat terstandarisasi baik. Agar dapat diselamatkan, karena pertahanan mereka tidak sekuat kita,” jelas Jasra.