KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah berhasil perkasa pada awal pembukaan hari ini, Kamis (05/12). di pasar spot, rupiah spot dibuka di level Rp 15.904 per dolar Amerika Serikat (AS).
Ini membuat rupiah menguat 0,21% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya
Hingga pukul 09.00 WIB, ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah melonjak 0,46%. Disusul, dolar Taiwan yang terkerek 0,16%.
Selanjutnya, peso Filipina menanjak 0,14% dan baht Thailand terangkat 0,06%. Lalu ada yen Jepang yang terapresiasi 0,05%.
Sementara, dolar Hongkong naik 0,01% dan dolar Singapura terlihat menguat tipis 0,007% di pagi ini. Won Korea Selatan menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia setelah anjlok 0,21%. Di sesi sebelumnya, won melonjak 1%.
Diikuti, yuan China yang terlihat melemah 0,14% terhadap the greenback.
Meski begitu, Nilai tukar rupiah diperkirakan akan melemah pada perdagangan hari ini, Kamis (5/12), di tengah ekspektasi penguatan indeks dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan pergerakan rupiah akan fluktuatif dengan kecenderungan ditutup melemah pada rentang Rp15.920 hingga Rp16.000 per dolar AS.
Pada perdagangan sebelumnya, Rabu (4/12), rupiah berhasil mencatat kenaikan tipis sebesar 0,05 persen atau naik 8,5 poin ke level Rp15.937 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,07 persen ke posisi 106,422.
Sejumlah mata uang di kawasan Asia turut mengalami tekanan terhadap dolar AS, di antaranya yen Jepang yang melemah 0,56 persen, dolar Singapura yang turun sebesar 0,01 persen, rupee India yang terkoreksi 0,03 persen, dan dolar Hong Kong yang melemah 0,02 persen.
Namun, ada pula beberapa mata uang yang menunjukkan penguatan, seperti yuan China yang menguat 0,25 persen, won Korea yang naik 1,12 persen, ringgit Malaysia yang menguat 0,48 persen, peso Filipina yang naik 0,56 persen, dolar Taiwan yang menguat 0,37 persen, serta baht Thailand yang mencatat penguatan 0,13 persen terhadap dolar AS.
Menurut Ibrahim, penguatan dolar AS yang terjadi pekan ini didorong oleh sejumlah faktor, termasuk ketidakpastian politik di Korea Selatan yang melemahkan sentimen investor di kawasan Asia.
Kondisi ini membuat para pelaku pasar lebih memilih dolar AS sebagai aset safe haven. Sentimen negatif juga muncul dari pernyataan Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, yang menyebutkan bahwa pihaknya akan berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait pemotongan suku bunga.
Pernyataan ini memberikan sinyal bahwa pemotongan suku bunga yang sempat diharapkan banyak pihak pada pertemuan Desember 2024 kemungkinan besar tidak akan terjadi.
Geopolitik di Timur Tengah juga menjadi faktor lain yang memengaruhi pergerakan pasar.
Ibrahim menyoroti bahwa ketegangan kembali meningkat setelah Israel menyatakan akan kembali berperang dengan Hizbullah jika gencatan senjata yang tengah berlangsung gagal.
Israel bahkan memperingatkan bahwa serangan berikutnya akan meluas ke wilayah Lebanon. Kondisi ini menambah ketidakpastian di pasar global, sehingga mendorong penguatan indeks dolar AS.
Dari dalam negeri, Ibrahim menjelaskan bahwa pemerintah melalui Kementerian Keuangan tetap berkomitmen untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025.
Kebijakan ini dirancang untuk mendukung struktur ekonomi secara menyeluruh. Meskipun demikian, pemerintah memastikan bahwa daya beli masyarakat tetap menjadi prioritas utama dengan memperkuat subsidi dan jaring pengaman sosial untuk kelompok masyarakat rentan.
Langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Dengan kombinasi sentimen global dan domestik yang ada, Ibrahim mengingatkan bahwa pergerakan rupiah hari ini akan sangat bergantung pada dinamika pasar.
Para pelaku pasar diminta untuk tetap waspada dalam mengambil keputusan, mengingat fluktuasi nilai tukar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal.