Beranda News BMKG Imbau Petani dan Sektor Energi Bersiap Hadapi Kemarau 2025

KabarMakassar.com — BMKG memproyeksikan bahwa puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2025. Sementara itu, awal musim kemarau di beberapa wilayah diprediksi terjadi sesuai jadwal normal, namun sebagian lainnya mengalami kemunduran.
Hal tersebut disampikan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di Kantor Pusat BMKG, Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Jika dibandingkan dengan rata-rata klimatologi periode 1991-2020, awal musim kemarau 2025 di Indonesia diperkirakan terjadi sesuai dengan normalnya pada 207 Zona Musim (ZOM) atau 30 persen, mundur pada 204 ZOM (29 persen), dan lebih cepat pada 104 ZOM (22 persen),” ujar Dwikorita dalam pernyataan resminya, dikutip Sabtu (15/03).
Adapun wilayah yang diperkirakan mengalami awal musim kemarau sesuai dengan kondisi normal mencakup Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, serta sebagian Maluku dan Maluku Utara.
Sementara itu, wilayah yang mengalami kemunduran musim kemarau meliputi Kalimantan bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, sebagian Maluku Utara, dan Merauke.
Dwikorita menjelaskan bahwa secara umum musim kemarau tahun ini diprediksi memiliki karakteristik normal untuk 416 ZOM (60 persen), lebih kering atau di bawah normal pada 98 ZOM (14 persen), serta lebih basah atau di atas normal di 185 ZOM (26 persen).
Beberapa wilayah yang diperkirakan mengalami musim kemarau normal mencakup sebagian besar Sumatera, Jawa bagian timur, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku, dan sebagian besar Papua. Sementara itu, wilayah dengan curah hujan lebih tinggi dari biasanya (di atas normal) meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat dan tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Sulawesi, dan Papua bagian tengah. Sebaliknya, wilayah dengan musim kemarau lebih kering (di bawah normal) mencakup Sumatera bagian utara, sebagian kecil Kalimantan Barat, Sulawesi tengah, Maluku Utara, dan Papua bagian selatan.
“Puncak musim kemarau 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus,” tegas Dwikorita.
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menjelaskan bahwa berdasarkan pemantauan suhu muka laut pada awal Maret 2025, fenomena La Niña di Samudra Pasifik telah bertransisi menuju fase El Niño Southern Oscillation (ENSO) Netral. Fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) juga berada dalam fase netral di Samudra Hindia.
“Jadi utamanya adalah karena tidak adanya dominasi iklim global seperti El Nino, La Nina, dan IOD sehingga prediksi kami iklim tahun ini normal dan tidak sekering tahun 2023 yang berdampak pada banyak kebakaran hutan dan musim kemarau tahun 2025 cenderung mirip dengan kondisi musim kemarau tahun 2024,” kata Ardhasena.
Dampak dan Mitigasi di Berbagai Sektor
BMKG mengimbau berbagai sektor untuk melakukan langkah mitigasi menghadapi musim kemarau 2025:
- Sektor Pertanian: Penyesuaian jadwal tanam di wilayah yang mengalami perbedaan pola musim kemarau, penggunaan varietas tahan kekeringan, serta optimalisasi pengelolaan air di daerah yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih kering.
- Sektor Kebencanaan: Peningkatan kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di wilayah rawan dengan curah hujan normal atau di bawah normal.
- Sektor Lingkungan: Kewaspadaan terhadap penurunan kualitas udara di perkotaan dan daerah rawan karhutla, serta potensi gangguan kenyamanan akibat suhu udara yang lebih panas dan lembap.
- Sektor Energi: Pengelolaan air secara efisien untuk menjaga keberlanjutan operasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), irigasi, dan pemenuhan kebutuhan air baku, terutama di daerah dengan musim kemarau lebih panjang.
- Sektor Sumber Daya Air: Pemanfaatan sumber air alternatif dan distribusi air yang efisien guna menjaga ketersediaan air bagi masyarakat selama musim kemarau.
BMKG berharap informasi ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan sektor terkait dalam mengantisipasi dampak musim kemarau 2025 serta mendukung program ketahanan lingkungan dan pangan secara optimal.
“BMKG menghimbau agar informasi dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 ini dapat dijadikan dasar dalam mendukung program asta cita melalui optimalisasi kondisi iklim sesuai dengan sumber daya di wilayah masing-masing,” pungkasnya.