KabarMakassar.com — Masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam berinvestasi emas dan tidak semata-mata terdorong oleh tren atau fenomena fear of missing out (FOMO). Hal ini disampaikan Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan, dalam keterangannya belum lama ini.
Menurut Damar, investasi emas bukanlah instrumen yang cocok untuk jangka pendek atau sekadar spekulasi. Ia menekankan pentingnya memahami faktor-faktor fundamental yang memengaruhi harga emas sebelum memutuskan berinvestasi.
“Dilihat juga pengaruh fundamental yang memengaruhi harga emas. Para investor harus berhati-hati untuk menilai hal ini, jangan ikut-ikut saja (investasi emas),” ujar Damar, dikutip Minggu (20/04).
Ia menjelaskan, emas merupakan instrumen investasi jangka panjang yang secara historis terbukti nilainya mampu mengikuti bahkan melampaui inflasi.
Dalam berbagai kondisi, mulai dari ketidakpastian ekonomi global, situasi geopolitik, hingga kebijakan tarif impor di era Donald Trump serta perang dagang, emas tetap menunjukkan performa positif.
Damar menyebut, prediksi dari sejumlah analis menyatakan bahwa harga emas berpotensi terus meningkat hingga akhir 2025 dan bisa mencapai level 3.400 dolar AS per troy ounce.
Namun demikian, proyeksi tersebut tetap bergantung pada dinamika kondisi global serta faktor fundamental ekonomi yang mendasarinya.
“Jadi, dalam waktu dekat perlu diperhatikan pengaruh fundamentalnya. Tapi, untuk jangka panjang insya Allah emas pasti naik,” tambah Damar.
Sejalan dengan itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli emas, khususnya terkait dengan keaslian atau authenticity produk. Hal ini menjadi perhatian penting bagi mereka yang berinvestasi melalui toko emas konvensional.
Disisi lain, Direktur Pengembangan Lembaga Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan LJK Lainnya OJK, Hari Gamawan, menjelaskan bahwa toko emas konvensional tidak termasuk dalam lembaga jasa keuangan, sehingga tidak berada di bawah pengawasan OJK.
“Kalau LJK seperti PT Pegadaian yang menjalankan kegiatan bulion, itu akan diawasi. Untuk toko emas, apakah OJK akan melakukan pengawasan? Tentu tidak, karena mereka tidak dalam cakupan atau diklasifikasikan sebagai lembaga jasa keuangan,” singkatnya.
Sebelumnya diberitakan, Tren investasi emas di Sulawesi Selatan terus menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu pilihan utama masyarakat dalam menjaga nilai kekayaan.
Emas dinilai mampu mempertahankan nilai dalam jangka panjang dan menjadi solusi untuk melindungi dana dari tekanan inflasi yang terus meningkat.
Dalam sepekan terakhir, harga emas mengalami beberapa kali kenaikan, yang justru makin memperkuat minat masyarakat untuk berinvestasi.
Kenaikan harga ini tak hanya menarik perhatian investor kawakan, tetapi juga kalangan muda, khususnya Generasi Z, yang mulai sadar pentingnya menabung dalam bentuk logam mulia.
Nisa, wanita kelahiran 1999, menjadi salah satu contoh dari generasi muda yang mulai serius memilih emas sebagai sarana investasi. Ia mengungkapkan, sejak menikah, dirinya mulai mempertimbangkan emas sebagai tabungan jangka panjang.
“Sudah mau dua tahun, sejak menikah sudah pikir emas saja jadi tabungan,” ujarnya.
Ia memilih emas batangan dibandingkan emas perhiasan karena dinilai lebih aman dan mudah disimpan. Bagi Nisa, momen turunnya harga emas beberapa waktu lalu justru menjadi peluang untuk membeli.
“Kalau lihat trennya, harga emas memang sempat turun beberapa hari lalu. Tapi kalau dari tahun ke tahun, kan naik terus. Jadi bagus untuk investasi,” tambahnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Edy, pria kelahiran 1997. Ia mulai tertarik untuk berinvestasi emas setelah memiliki pendapatan tetap. Menurutnya, menabung emas adalah kebiasaan yang ia pelajari dari orangtuanya.
“Dulu saya sempat dapati orang tua juga menabung emas, makanya berniat kalau sudah punya pendapatan tetap akan menabung emas juga, lebih fleksibel,” ucap Edy singkat.
Tidak hanya di kalangan muda, emas juga masih menjadi pilihan utama bagi kalangan dewasa. Mimi, ibu dua anak, telah menjadikan emas sebagai bentuk investasi sejak 2011. Awalnya ia membeli emas perhiasan, namun sejak 2014, ia mulai beralih ke emas batangan.
“Dulu masih nabung dari emas perhiasan saja, di 2014 beralih ke emas batangan,” ungkap Mimi.
Baginya, emas menjadi alternatif penyimpanan uang agar tidak cepat habis. Ia mengaku sulit menahan diri jika melihat saldo besar di rekening, dan emas menjadi solusi untuk mengontrol pengeluaran.
Ia menceritakan pengalaman membeli emas 5 gram pada 2014 seharga Rp2,5 juta. Kini, emas dengan ukuran yang sama bisa bernilai Rp4,5 juta hingga Rp5 juta.
“Kalau uang Rp2,5 juta saya simpan di rekening sejak 2014, nilainya pasti sudah turun. Tapi kalau emas, sekarang bisa saya jual Rp4,5 juta. Jadi lebih untung,” jelasnya.
Selain menjaga nilai uang, Mimi menilai emas juga lebih likuid dibanding aset lain seperti properti.
“Nanti itu bisa digunakan untuk pendidikan anak-anak. Apalagi emas gampang dijual kalau dibutuhkan. Berbeda dengan tanah atau properti lainnya yang butuh waktu untuk dijual kembali,” tandasnya.