KabarMakassar.com — Kota Parepare tercatat sebagai wilayah dengan inflasi tertinggi di Sulawesi Selatan pada Agustus 2025, yakni mencapai 4,46 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 110,85.
Angka ini jauh di atas inflasi provinsi yang berada pada level 3,12 persen. Kondisi tersebut menjadi perhatian serius Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sulsel.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Jufri Rahman, mengungkapkan bahwa persoalan inflasi di Parepare sudah dibahas dalam forum High Level Meeting (HLM) TPID Zona 3 yang digelar di Kabupaten Sidrap, belum lama ini.
Pertemuan itu juga dihadiri oleh Wakil Wali Kota Parepare serta Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulsel.
Menurut Jufri, seluruh permasalahan yang dihadapi masing-masing daerah, termasuk Parepare, telah disampaikan dalam forum tersebut.
Dia menyebut sejumlah masukan dan rekomendasi sudah diberikan baik oleh Bank Indonesia maupun Pemprov Sulsel.
“Kemarin saya memimpin high level meeting Tim pengendali inflasi daerah zona 3 di Sidrap. Hadir juga wakil wali kota Parepare. Semua hal yang dihadapi sudah dikemukakan dan deputi BI dan saya sudah menyampaikan beberapa masukan,” ujar Jufri, Rabu (17/08).
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa tindak lanjut dari rekomendasi tersebut kini bergantung pada pemerintah kota.
Jika langkah-langkah pengendalian inflasi sudah dilaksanakan tetapi persoalan masih muncul, maka evaluasi akan kembali dilakukan.
“Sekarang kita tinggal menunggu bagaimana kota Parepare melaksanakan masukan tersebut. Kalau sudah ditindaklanjuti masih timbul masalah, kita evaluasi,” tambahnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, inflasi Sulawesi Selatan year on year (yoy) pada Agustus 2025 tercatat 3,12 persen. IHK meningkat dari 105,61 pada Agustus 2024 menjadi 108,91 pada Agustus 2025.
Parepare berada di posisi tertinggi, sementara inflasi terendah dicatatkan Kota Palopo dengan 2,75 persen dan IHK 108,69.
Saat memimpin HLM TPID Zona 3, Jufri menilai kondisi pangan di daerah Zona 3 relatif terjaga, meski masih ada komoditas yang defisit.
Karena itu, dia menekankan pentingnya penguatan distribusi pangan, termasuk melalui Gerakan Pangan Murah (GPM) serentak, pemanfaatan benih unggul, dan penguatan cadangan pangan daerah.
“Pesan Ibu Wagub agar melaksanakan Gerakan Pangan Murah (GPM) Serentak dengan berfokus pada komoditas penyumbang inflasi, melaksanakan perluasan jenis komoditi pada program mandiri benih,” jelas Jufri.
Jufri juga meminta Dinas Ketahanan Pangan di kabupaten/kota lebih konsisten memperbarui data neraca pangan.
Selain itu, pembentukan BUMD pangan sebagai offtaker hasil panen petani dinilai strategis untuk menjaga harga tetap stabil.
Dalam forum tersebut juga, TPID menyepakati langkah hulu-hilir. Di sektor hulu, pemerintah daerah diminta memperluas program listrik masuk sawah, penggunaan bibit unggul, hingga pompanisasi agar produksi padi bisa mencapai tiga kali panen per tahun.
Sementara untuk sektor hilir, BULOG diminta memperbanyak penyaluran beras SPHP serta menambah pasokan minyak goreng “Minyak Kita”.
Jufri optimistis koordinasi lintas daerah mampu menekan lonjakan harga pangan sekaligus menjaga kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Selatan.
“Kita berharap agar arahan dan rekomendasi tersebut dapat ditindaklanjuti oleh seluruh pemerintah kabupaten untuk mewujudkan stabilitas harga dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan BI Sulsel, Wahyu Purnama, menambahkan bahwa komoditas utama penyumbang inflasi hingga Agustus adalah beras, ikan bandeng/bolu, ikan layang, ikan cakalang, dan tomat.
BI merekomendasikan lima quick wins pengendalian inflasi, yakni penyaluran beras SPHP masif lewat berbagai kanal distribusi, pelaksanaan GPM fokus pada komoditas penyumbang inflasi, dan perluasan gerakan tanam barito (bawang merah, rica, tomat).
Kemudian optimalisasi cold storage dengan peran BUMD serta pemanfaatan mesin D’Ozone untuk memperpanjang masa simpan hortikultura.
Dia menilai strategi quick wins ini akan membantu menjaga stabilitas pangan sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi daerah.
“Langkah ini quick wins untuk menjaga pasokan, memperlancar distribusi, dan menekan tekanan harga, sehingga inflasi pangan dapat dikendalikan secara berkelanjutan,” ujar Wahyu.
BI juga mencatat bahwa Sulsel sebagai daerah produsen pangan tidak hanya menjaga pasokan untuk wilayahnya, tetapi juga mampu memasok ke provinsi lain, termasuk Papua. Wahyu menekankan pentingnya kolaborasi antar-TPID Zona 3 agar inflasi bisa ditekan secara konsisten.
“Sehingga kita optimis mampu mengendalikan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif di Sulsel,” pungkasnya.