
KabarMakassar.com — Serapan anggaran Badan Gizi Nasional (BGN) untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) tercatat baru mencapai 16,9 persen atau Rp19,7 triliun hingga September 2025.
Angka tersebut menjadikan BGN sebagai lembaga dengan kinerja penyerapan anggaran terendah di tingkat nasional.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani, menilai kondisi ini menjadi sinyal kuat bahwa pelaksanaan program MBG belum berjalan maksimal di lapangan. Bahkan, sebagian dana berpotensi menjadi Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) dan dikembalikan ke kas negara.
“Sebetulnya jika sampai akhir Oktober tidak terserap, maka akan ada anggaran yang menjadi silpa. Dana itu otomatis kembali ke pemerintah karena tidak mungkin direalokasi lagi ke kementerian atau program lain. Sisa waktu kerja kan tinggal sebulan, dan Desember sudah tutup buku,” ujar Irma dalam keterangannya, Rabu (15/10).
Menurut data terakhir, BGN berada di posisi terbawah dalam capaian serapan anggaran nasional. Di atasnya, Kementerian Pertanian mencatat serapan sebesar 32,8 persen, sementara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedikit lebih baik dengan 48,2 persen.
Irma menilai, rendahnya serapan menunjukkan lemahnya kesiapan teknis dan koordinasi dalam pelaksanaan program MBG, yang sejatinya menjadi program prioritas nasional untuk perbaikan gizi anak sekolah.
“Kalau serapannya masih serendah itu, artinya distribusi dan implementasi di lapangan belum terkelola dengan baik. Ini tentu berpengaruh terhadap efektivitas program,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama di tahun mendatang. Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX dengan BGN pada awal Oktober lalu, anggaran MBG tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp268 triliun, dengan tambahan cadangan anggaran Rp69 triliun yang masih menunggu hasil evaluasi.
“Duh, gimana ya, mudah-mudahan setelah evaluasi menyeluruh selesai, anggaran bisa terserap dengan baik. Tapi kalau melihat tren serapan sekarang, kami khawatir anggaran sebesar itu tahun depan juga tidak terserap maksimal,” kata Irma.
Ia menekankan pentingnya percepatan koordinasi antara BGN, Kementerian Pendidikan, dan pemerintah daerah untuk memastikan kelancaran distribusi dan pelaporan pelaksanaan program MBG.
“Keterlambatan di hulu akan berimbas ke anak-anak di sekolah. Jangan sampai program ini hanya besar di anggaran tapi minim di manfaat,” tegasnya.
Diketahui, program MBG sendiri dirancang untuk memperbaiki gizi anak sekolah dasar dan menekan angka stunting melalui penyediaan makanan bergizi setiap hari di sekolah-sekolah. Namun, lambatnya penyerapan anggaran menimbulkan kekhawatiran bahwa tujuan program tersebut belum akan tercapai optimal pada tahun pertama implementasinya.