Simpanan Perbankan Sulsel Capai Rp1,287 Triliun, Makassar Tertinggi ke-9 di Level Kota

1 day ago 5
Simpanan Perbankan Sulsel Capai Rp1,287 Triliun, Makassar Tertinggi ke-9 di Level KotaData Bank Indonesia yang diolah Kemendagri terkait simpanan Pemda di perbankan . Dok. Ist

KabarMakassar.com — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, hingga September 2025, simpanan pemerintah daerah (pemda) di perbankan masih tergolong tinggi. Secara total, simpanan perbankan Pemda di Indonesia mencapai RP60.202,02 miliar atau Rp60,2 triliun.

Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) tercatat memiliki simpanan sebesar Rp1,287 triliun, menempatkannya di urutan ke-12 secara nasional dari 38 provinsi dengan simpanan terbesar di perbankan.

Adapun posisi tertinggi secara nasional ditempati oleh DKI Jakarta dengan simpanan Rp14,683 triliun, disusul Jawa Timur Rp6,843 triliun, Kalimantan Timur Rp4,707 triliun, Jawa Barat Rp4,172 triliun, Aceh Rp3,106 triliun, Sumatera Selatan Rp2,104 triliun, Jawa Tengah Rp1,985 triliun, Kalimantan Tengah Rp1,691 triliun, Kalimantan Barat Rp1,661 triliun, Banten Rp1,352 triliun, dan Papua Barat Rp1,296 triliun.

Sementara itu, Kota Makassar mencatatkan simpanan mencapai Rp1,068 triliun, menjadikannya kota dengan simpanan perbankan terbesar ke-9 di Indonesia.

Untuk kategori kota, simpanan terbesar berada di Banjarbaru dengan nilai Rp5,165 triliun, diikuti Surabaya Rp1,597 triliun, Tangerang Rp1,586 triliun, Bandung Rp1,515 triliun, Bekasi Rp1,499 triliun, Samarinda Rp1,483 triliun, Denpasar Rp1,273 triliun, Tangerang Selatan Rp1,131 triliun, Makassar Rp1,068 triliun, dan Medan Rp973 miliar.

Dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi derah tahun 2025 yang digelar baru-baru ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan, masih tingginya simpanan pemerintah daerah di bank disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari kendala kebijakan hingga masalah teknis di lapangan.

“Ada yang lemot untuk bekerja, gak sesuai target. Ada lagi kepala daerah yang mau mengganti kepala dinasnya sehingga uangnya ditahan dulu oleh kepala daerah dan kemudian ada juga yang ingin membayar akhir tahun sehingga ditahan dulu. Banyak juga rekanan yang tidak mau mengambil uangnya dulu. Dia mengambilnya di akhir tahun sehingga akhirnya uangnya tersimpan di bank. Ada juga yang karena lelangnya terlambat,” ujar Tito.

Ia juga menyinggung kendala sistem pengadaan elektronik yang turut memperlambat realisasi anggaran.

“Ada juga sistem e-katalog yang membuat proses pengadaan jadi terlambat,” katanya.

Selain itu, Menurut Tito, penyebab tingginya simpanan tidak hanya karena faktor administrasi, tetapi juga ketidakseimbangan antara pendapatan dan realisasi belanja.

“Jadi ada karena sistem, ada juga karena realisasinya tinggi melebihi target. Kecepatan pencari uangnya, Dispenda, BKAD, itu kecepatannya tinggi, sementara dinasnya realisasinya lambat,” pungkasnya.

Berdasarkan data paparan Kemendagri, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan tingginya simpanan pemda di bank. Di antaranya, penyesuaian pendapatan dan efisiensi belanja daerah sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Edaran Mendagri Nomor 900/833/SJ, yang berdampak pada keterlambatan pelaksanaan APBD 2025.

Selain itu, perubahan visi dan misi kepala daerah terpilih pasca pelantikan Februari 2025 juga memengaruhi perubahan program prioritas daerah, sebagaimana diatur dalam SE Mendagri Nomor 900.1.1/640/SJ.

Kendala lain meliputi proses administrasi belanja, penyesuaian sistem Katalog Elektronik versi 6, pelaksanaan proyek fisik yang baru dimulai pada triwulan II dan III, serta penundaan pembayaran oleh penyedia dan rekanan yang lebih memilih mencairkan dana di akhir tahun.

Beberapa daerah juga mengalami keterlambatan karena belum selesainya sertifikasi pengadaan tanah, penundaan pembayaran iuran BPJS, serta keterlambatan Kementerian/Lembaga dalam menetapkan petunjuk teknis Dana Alokasi Khusus (DAK).

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news