Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) Angkatan VIII Tahun 2025 yang membahas Perda Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG), (Dok: Sinta KabarMakassar).KabarMakassar.com — Anggota DPRD Kota Makassar, Irmawati Sila, menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) Angkatan VIII Tahun 2025 yang membahas Perda Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan.
Kegiatan ini dihadiri berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh perempuan, perwakilan lembaga swasta, serta instansi pemerintah, berlangsung di Hotel Almadera, Minggu (05/10).
Irmawati mengajak peserta memahami substansi pengarusutamaan gender (PUG) sebagai fondasi pembangunan yang inklusif. Ia memulai dengan pertanyaan sederhana namun reflektif kepada peserta.
“Ada yang tahu apa itu pengarusutamaan gender?” ujarnya memancing respons hadirin. “Intinya adalah adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Karena di beberapa posisi sering kali kita lihat, masih ada budaya patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai dominan. Tapi hari ini saya senang, karena justru yang hadir di sini kebanyakan perempuan. Artinya ruang partisipasi itu sudah terbuka.”
Srikandi Hanura itu menekankan bahwa perjuangan kesetaraan gender bukan hanya persoalan jabatan, tetapi tentang pemberian ruang dan kepercayaan terhadap kemampuan perempuan. Ia mencontohkan sejumlah pejabat perempuan yang kini menduduki posisi strategis di Kota Makassar, termasuk kepala dinas dan pimpinan lembaga publik, hingga Wakil Wali Kota Makassar saat ini.
“Di Makassar kita lihat sendiri, banyak perempuan hebat. Bahkan Kadis Kesehatan, DPPPA hingga Wakil Wali Kota Kita juga perempuan. Itu bukti bahwa perempuan bisa sejajar dalam tanggung jawab dan pengabdian,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa dalam pelaksanaan PUG, pembentukan Pokja Gender di tingkat pemerintahan dan masyarakat menjadi sangat penting. Perempuan, kata dia, harus berperan aktif dalam pembangunan, bukan sekadar objek penerima kebijakan.
“Perempuan perlu hadir di forum-forum RT, RW, bahkan musrenbang. Karena sering kali masalah sosial dan kebutuhan masyarakat lebih dulu dirasakan oleh perempuan,” tegas Anggota Komisi B DPRD kota Makassar itu.
Meski jumlah legislator perempuan di DPRD Makassar belum mencapai 30 persen, Irmawati menilai arah perubahan sudah positif. “Kita sudah mendekati angka itu. Artinya, partisipasi politik perempuan semakin meningkat dan harus terus didorong,” tambahnya.
Irmawati juga menyinggung situasi sosial dan dinamika politik terkini di Makassar. Ia mengajak masyarakat untuk lebih cerdas dan selektif dalam menerima informasi, khususnya dari media sosial yang kerap menjadi sumber disinformasi.
“Tidak semua yang kita baca di media sosial itu benar. Ada saja kelompok yang membuat isu palsu untuk memecah belah masyarakat,” ucapnya.
Ia mengingatkan agar masyarakat menyampaikan kritik dengan cara yang santun, bukan dengan tindakan anarki yang merugikan banyak pihak. Ia menegaskan, sebagai wakil rakyat, dirinya siap menerima aspirasi langsung dari masyarakat.
“Saya sadar punya banyak kekurangan. Tapi saya akan bekerja semaksimal mungkin sesuai dengan tupoksi saya. Kalau ada kritik atau aspirasi, sampaikan dengan cara damai, bukan dengan cara yang destruktif,” ujarnya di hadapan peserta.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar, drg. Ita Isdiana Anwar, menegaskan bahwa pengarusutamaan gender tidak sekadar konsep normatif, tetapi langkah nyata untuk menciptakan pembangunan yang adil dan setara.
“Tujuan dari PUG adalah mendorong seluruh pihak pemerintah, dunia usaha, lembaga masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh tahapan pembangunan, perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, hingga evaluasi. Semua harus berperspektif gender,” jelas Ita.
Lebih jauh, Ita mengungkapkan fakta yang mencemaskan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Makassar terus meningkat. Tahun 2024 tercatat 520 kasus, sementara periode Januari–Agustus 2025 sudah mencapai lebih dari 500 kasus.
“Apakah kasusnya bertambah atau korban kini lebih berani melapor, itu dua sisi yang harus kita lihat. Yang pasti, masyarakat sekarang sudah lebih terbuka untuk mencari perlindungan,” kata Ita.
DPPPA, lanjutnya, memiliki UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang siap menerima laporan dan memberikan layanan konseling gratis, termasuk Rumah Aman, tempat perlindungan sementara bagi korban kekerasan, baik perempuan maupun laki-laki.
“Rumah aman ini adalah tempat sementara bagi korban yang butuh perlindungan cepat. Kami tidak bisa tidur tenang kalau masih ada anak atau perempuan yang menjadi korban,” pungkas drg Ita.


















































