
KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalokasikan anggaran sebesar Rp56 miliar untuk mendukung percepatan penurunan angka stunting di wilayahnya.
Langkah ini merupakan tindak lanjut atas instruksi Presiden RI terkait pergeseran anggaran dari kegiatan non-prioritas ke sektor strategis pembangunan sumber daya manusia, khususnya upaya menurunkan prevalensi stunting.
Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, dalam laporan resminya kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, menyatakan bahwa dana tersebut menyasar 15.120 anak yang berisiko mengalami stunting.
Intervensi yang diberikan mencakup pendampingan gizi, pemberian makanan tambahan, serta pemantauan kesehatan secara intensif selama 59 hari masa program.
“Setiap anak akan mendapatkan bantuan uang tunai sebesar Rp300 ribu sebagai insentif awal. Jika setelah masa intervensi 59 hari terbukti keluar dari kondisi stunting sesuai evaluasi teknis dari Kemenkes, maka akan diberikan tambahan Rp700 ribu. Totalnya menjadi satu juta rupiah per anak yang langsung ditujukan sebagai tabungan anak,” jelas Andi Sudirman, dalam Harganas di Karebosi Kota Makassar, Senin (28/07).
Lebih lanjut, program ini turut melibatkan berbagai pihak, termasuk kader Tim Penggerak PKK, pemerintah kabupaten/kota, dan relawan lokal, yang menjadi garda terdepan dalam pelaksanaan pendampingan di lapangan.
Selain fokus pada stunting, Pemprov Sulsel juga memperluas jangkauan bantuan sosial kepada kelompok rentan lainnya.
Tahun ini, pemerintah akan menyalurkan bantuan berupa tabungan pendidikan dan harian kepada sekitar 5.000 anak penyandang disabilitas di seluruh wilayah Sulsel.
Kebijakan ini menjadi kelanjutan dari bantuan serupa yang sebelumnya telah diberikan kepada kelompok masyarakat marjinal seperti guru mengaji dan masyarakat kurang mampu.
Ia juga mengapresiasi kolaborasi dengan berbagai mitra, termasuk pemerintah seperti program MBG yang mendukung kecukupan gizi anak. Ia berharap upaya masif ini menjadi fondasi menuju terciptanya generasi emas 2045 yang sehat dan berdaya saing tinggi.
Namun, Ia tak menutup mata terhadap tantangan lain yang ikut menyumbang tingginya angka stunting, yakni ketahanan keluarga.
Ia menyebutkan bahwa angka perceraian di Indonesia, berdasarkan data tahun 2022–2023, mencapai sekitar 350 ribu kasus dalam satu tahun, dengan mayoritas berupa cerai hidup. Sulsel sendiri mencatat kasus perceraian tinggi di beberapa kabupaten/kota.
“Ini menjadi perhatian kami. Perceraian dan pernikahan dini punya kaitan langsung dengan stunting, karena persoalan gizi, kesiapan mental, dan kondisi fisik ibu yang masih remaja,” ungkapnya.
Ia mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk turut memberikan perhatian serius terhadap ketahanan keluarga sebagai bagian integral dari strategi penurunan stunting. Intervensi yang tepat sejak hulu, menurutnya, jauh lebih efektif daripada sekadar menanggulangi dampaknya di hilir.
Di akhir pernyataannya, Andi Sudirman menegaskan kesiapan Provinsi Sulawesi Selatan untuk terus mendukung arah kebijakan nasional dalam pembangunan manusia, seraya menantikan arahan strategis dari pemerintah pusat.
“Kami siap melaksanakan seluruh program strategis, baik pembangunan fisik maupun pembangunan generasi. Karena mendidik satu anak hebat bisa mengubah wajah Indonesia, seperti para pemimpin besar bangsa ini. Dan untuk itu, kami butuh kerja sama, panduan, dan dukungan penuh dari kementerian dan lembaga terkait,” pungkasnya.