Taufan Pawe Dorong Reformasi Hukum Pemilu: 14 Hari Penyidikan Terlalu Singkat

3 weeks ago 21
 14 Hari Penyidikan Terlalu SingkatAnggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe, menilai sistem penyidikan tindak pidana pemilu yang hanya diberi waktu 14 hari kerja terlalu singkat untuk menjamin proses hukum yang adil dan komprehensif.

Menurutnya, aturan tersebut menjadi salah satu titik lemah dalam penegakan hukum pemilu di Indonesia dan perlu segera direformasi.

Taufan menyebut, keterbatasan waktu penyidikan membuat banyak kasus pelanggaran pemilu tidak dapat ditangani secara tuntas. Proses pengumpulan bukti, pemeriksaan saksi, hingga penyusunan berkas perkara membutuhkan waktu yang jauh lebih panjang agar keadilan benar-benar dapat ditegakkan.

“Empat belas hari itu tidak realistis. Dalam praktiknya, penyidik sering kali kesulitan menuntaskan kasus dalam waktu sesingkat itu. Akibatnya, banyak laporan berhenti di tengah jalan tanpa kejelasan hukum,” ujar Taufan, Minggu (26/10).

Ia menilai, reformasi hukum pemilu perlu diarahkan pada pembentukan Peradilan Khusus Pemilu agar proses penegakan hukum tidak lagi bercampur dengan sistem peradilan umum. Lembaga khusus ini, menurutnya, akan mempercepat penyelesaian perkara sekaligus menjamin independensi dan kepastian hukum bagi semua pihak.

“Sudah waktunya kita memiliki peradilan khusus. Kalau pidana militer bisa punya pengadilan sendiri, mengapa pemilu yang menyangkut kedaulatan rakyat tidak bisa?” tegasnya.

Selain itu, Taufan juga mengusulkan agar penyidikan perkara pemilu dapat dilakukan secara in absentia atau tanpa kehadiran terlapor. Mekanisme ini, katanya, penting untuk menutup celah bagi pihak-pihak yang sengaja menghindar dari proses hukum.

“Proses hukum tidak boleh berhenti hanya karena terlapor tidak hadir. Kalau ini dibiarkan, kita memberi ruang bagi impunitas. Prinsipnya, hukum harus bisa berjalan tanpa bergantung pada kemauan pelaku,” jelasnya.

Politisi Golkar itu juga menyoroti perlunya memperkuat posisi Bawaslu sebagai pengendali utama dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Ia menegaskan, Bawaslu seharusnya menjadi koordinator penuh dalam proses penyidikan, sementara Kepolisian dan Kejaksaan berperan mendukung secara teknis.

“Kalau Bawaslu diberi kendali penuh, koordinasi bisa lebih efektif dan tidak tumpang tindih. Penegakan hukum pemilu itu harus netral, tidak boleh ada dominasi dari salah satu unsur penegak hukum,” ujar mantan Wali Kota Parepare dua periode itu.

Sebagai langkah lanjutan, Taufan mendorong pembentukan divisi penyidikan khusus di bawah Bawaslu yang diisi oleh penyidik bersertifikat dan berkompetensi dalam perkara pemilu. Divisi ini, katanya, bisa menjadi tonggak profesionalisasi penegakan hukum dalam setiap tahapan pemilu.

“Kalau penyidiknya terlatih dan memahami konteks pemilu, maka kasus bisa ditangani dengan lebih cepat, tepat, dan berkeadilan,” imbuhnya.

Ia menegaskan, seluruh gagasan ini merupakan bagian dari agenda reformasi sistem kepemiluan nasional yang kini tengah digodok di Komisi II DPR RI. Tujuannya untuk memastikan Pemilu Serentak 2027 berjalan dengan integritas tinggi serta menegakkan prinsip keadilan bagi seluruh peserta dan pemilih.

“Kita tidak boleh terus bergantung pada sistem lama yang terbukti tidak efisien. Demokrasi tidak cukup hanya prosedural, tapi juga harus menghadirkan keadilan bagi rakyat,” tutup Taufan Pawe.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news