Terhalang Regulasi, Anugrah Kembali Cari ‘Restu’ MK untuk Nikah Beda Agama

4 days ago 16
Terhalang Regulasi, Anugrah Kembali Cari 'Restu' MK untuk Nikah Beda AgamaMuhamad Anugrah Firmansyah, Pemohon Pengujian UU Perkawinan (Dok: Ist)

KabarMakassar.com — Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi arena perjuangan bagi warga negara Indonesia yang terhalang aturan dalam melangsungkan perkawinan beda agama.

Muhamad Anugrah Firmansyah, pemohon dalam perkara Nomor 212/PUU-XXIII/2025, kembali mengajukan perbaikan permohonan uji materiil terkait Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang selama ini menjadi dasar perdebatan terkait sah atau tidaknya perkawinan antaragama.

Sidang perbaikan tersebut digelar di Ruang Sidang Panel MK dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani, pada Selasa (25/11).

Dalam sidang ini, Anugrah menyampaikan sejumlah perubahan substansi permohonannya guna memperkuat argumentasi konstitusional yang diajukan.

Dalam permohonannya, Anugrah menghapus Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 sebagai batu uji. Ia memilih menggunakan tiga pasal yang dinilai lebih relevan dalam menilai inkonstitusionalitas Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, yakni Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.

“Dengan demikian, batu uji yang digunakan adalah Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945,” jelasnya di hadapan Majelis.

Permohonan juga disempurnakan dengan mengubah argumentasi kerugian konstitusional dari kerugian aktual menjadi kerugian potensial. Perubahan pada petitum turut dilakukan, menyesuaikan keseluruhan argumentasi hukum yang diajukan pemohon.

Sebelum masuk ke aspek hukum, Anugrah menjelaskan latar belakang personal yang melandasi permohonannya. Ia, seorang Muslim, telah menjalin hubungan selama dua tahun dengan perempuan Kristen. Keduanya menjalani hubungan dengan saling menghormati keyakinan masing-masing dan telah mengenalkan keluarga satu sama lain.

Namun, Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan yang mengatur bahwa perkawinan dianggap sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama, menurutnya telah menutup ruang kemungkinan untuk mencatatkan perkawinan mereka.

“Ketentuan tersebut menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum mengenai pencatatan perkawinan antaragama,” ujar Anugrah.

Ia menyebut bahwa norma tersebut selama ini dimaknai sebagai larangan pencatatan perkawinan beda agama oleh negara. Penutupan akses pencatatan bertambah berat dengan terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023, yang instruksinya mempersempit ruang pengadilan dalam menetapkan pencatatan perkawinan antaragama.

Meski isu perkawinan beda agama telah dua kali diujikan sebelumnya yakni melalui Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014 dan 24/PUU-XX/2022 Anugrah menegaskan bahwa permohonannya memiliki pendekatan berbeda. Ia menghadirkan batu uji baru serta fakta hukum baru (novum) yang menurutnya belum menjadi fokus utama dalam perkara-perkara terdahulu.

Fokus gugatan kali ini tidak semata-mata pada tafsir agama, tetapi pada ketidakjelasan norma yang menyebabkan ketidakpastian hukum dan ketidaksamaan praktik di lapangan.

Anugrah menilai bahwa aturan administrasi kependudukan sebenarnya memberi peluang bagi pasangan beda agama untuk mencatatkan perkawinan melalui penetapan pengadilan. Namun, praktiknya jauh dari seragam. Beberapa pengadilan mengabulkan, sementara sebagian lainnya menolak dengan alasan berbeda-beda.

“Hasilnya adalah ketidakpastian hukum dan ketidaksamaan penerapan hukum bagi pasangan yang kondisi sosialnya sama,” ujarnya.

Ketidakpastian ini, menurutnya, menjadi bentuk nyata pelanggaran terhadap asas negara hukum yang menjamin perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi seluruh warga negara.

Permohonan ini akan memasuki tahapan sidang berikutnya untuk menilai kelengkapan materi dan pembuktian konstitusional. Anugrah berharap MK dapat memberikan kepastian hukum bagi pasangan beda agama agar tidak lagi terhambat oleh norma yang multitafsir.

Dengan sidang perbaikan ini, Anugrah kembali menaruh harapan besar bahwa Mahkamah Konstitusi dapat memutuskan secara objektif dan membuka jalan bagi pasangan antaragama yang ingin menikah dan dicatatkan secara resmi oleh negara.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news