Ketua Tim Hukum, Dr. Makka, (Dok: Sinta KabarMakassar).KabarMakassar.com – Polemik program seragam gratis Pemkot Makassar berujung pada ranah hukum. Tim hukum Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin alias Appi, resmi melaporkan akun media sosial milik Muhammad Taufik Hidayat ke Polrestabes Makassar atas dugaan pencemaran nama baik.
Ketua Tim Hukum Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, Dr. Makka, mengatakan laporan ini didasari unggahan Taufik di platform TikTok dan Facebook yang menuding Wali Kota Appi melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan seragam gratis.
“Yang kami laporkan adalah konten yang secara jelas menyebut nama pribadi Bapak Munafri Arifuddin sebagai wali kota. Tuduhannya sangat serius, menyimpulkan adanya korupsi. Padahal faktanya, sepeser pun dana belum dicairkan,” tegas Makka kepada awak media di Kantor Balaikota Kota Makassar, Selasa (01/10).
Menurutnya, tuduhan tersebut tidak berdasar karena program seragam masih dalam tahap proses administrasi. Ia menegaskan, penetapan tindak pidana korupsi tidak bisa dilakukan tanpa adanya kerugian negara yang sahih berdasarkan audit lembaga berwenang seperti BPK atau BPKP.
“Putusan Mahkamah Konstitusi sudah jelas, delik korupsi kini bersifat material, bukan formil. Artinya, harus ada akibat nyata berupa kerugian negara. Jadi menyatakan ada korupsi sebelum ada perhitungan resmi itu prematur,” tambahnya.
Tim hukum juga menilai penggunaan nama pribadi Wali Kota dalam unggahan tersebut melampaui kritik kebijakan. “Kalau hanya menyebut instansi atau program pemerintah, itu sah-sah saja. Tetapi kalau sudah menyerang pribadi, itu masuk ranah fitnah,” kata Makka
Sementara itu, dalam video Muhammad Taufik Hidayat berdurasi 03.00 menit di akun TikToknya, mengatakan regulasi keuangan negara.
Dalam video yang masih beredar di media sosial, ia menilai ada indikasi penyalahgunaan APBD 2025 karena alokasi Rp18 miliar untuk seragam sekolah gratis tidak tercatat dalam dokumen anggaran yang sah.
“APBD 2025 tidak memuat anggaran seragam sekolah gratis, tetapi ada Rp18 miliar yang digunakan. Dari jumlah itu, sekitar Rp6 miliar dipakai untuk sosialisasi UMKM, dan Rp11 miliar untuk seragam sekolah. Karena tidak melalui mekanisme perubahan APBD atau persetujuan DPRD, maka seluruhnya berpotensi menjadi kerugian negara,” kata Taufik.
Ia mengutip Undang-Undang Keuangan Negara, Perbendaharaan Negara, dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk memperkuat argumennya. Menurutnya, kerugian negara terjadi saat ada pengeluaran publik yang tidak sah secara administrasi.
“Uang publik keluar tanpa persetujuan DPRD, berarti melanggar asas akuntabilitas keuangan. Itu jelas kerugian daerah,” ujarnya.
Meski demikian, Taufik menegaskan kontennya merupakan kritik kebijakan, bukan serangan pribadi.
“Saya membahas posisi hukum penggunaan anggaran. Kalau dianggap menyerang pribadi, itu salah tafsir. Kritik harusnya dilihat sebagai bagian dari kontrol publik,” Pungkasnya.


















































