KabarMakassar.com – Pemerintah Kota Makassar mengambil langkah tegas dalam mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal ini menyusul instruksi pemerintah pusat agar daerah lebih memperketat pengawasan, mengantisipasi potensi keracunan makanan, sekaligus memastikan distribusi pangan sehat benar-benar aman untuk dikonsumsi peserta didik.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin atau yang akrab disapa Appi, mengikuti Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) secara virtual dari Balai Kota Makassar, Senin (29/09).
Rapat yang dipimpin langsung Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ini juga dihadiri Menko PMK Pratikno, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu’ti, serta perwakilan Badan Gizi Nasional.
Dalam forum itu, pemerintah pusat menekankan pentingnya standar keamanan pangan pada setiap penyedia MBG di seluruh daerah.
Arahan tersebut langsung ditindaklanjuti Appi dengan memastikan Pemkot Makassar bergerak cepat memperkuat koordinasi lintas sektor.
“Program MBG harus aman, higienis, dan sesuai standar gizi. Itu prioritas utama kita,” tegas Appi.
Saat ini, tercatat 45 lokasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) aktif di Kota Makassar. Total penerima manfaat mencapai 138.636 orang, terdiri dari 136.645 peserta didik dan 1.991 non-peserta didik kategori 3B.
Dengan jumlah penerima yang sangat besar, Pemkot menilai pengawasan berlapis menjadi syarat mutlak.
Appi menekankan seluruh penyedia program MBG wajib memiliki sertifikat higienis sebagai jaminan keamanan pangan. Menurutnya, tanpa sertifikasi, penyedia tidak boleh dilibatkan dalam program.
“Yang paling penting adalah setiap penyedia memiliki sertifikat higienis. Itu menjadi standar utama agar masyarakat, terutama anak-anak, mendapat asupan bergizi yang aman,” ujarnya.
Selain itu, Pemkot Makassar juga menyiapkan mekanisme pengawasan berjenjang. Semua sekolah penerima program diwajibkan menggelar rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Hal ini dilakukan agar proses distribusi makanan berjalan menyeluruh dan terkendali.
“Sekolah-sekolah harus rapat dulu, supaya semua pihak bisa memastikan pelaksanaan program ini benar-benar aman. Kita tidak boleh lengah, karena kalau terjadi sesuatu, risikonya besar,” imbuh Appi.
Pengawasan juga tidak berhenti pada tahap awal. Pemerintah kota meminta semua pihak yang bertanggung jawab melakukan pengecekan rutin dan menyesuaikan kebutuhan masing-masing sekolah. Langkah antisipatif ini diyakini bisa mencegah insiden yang berisiko pada kesehatan peserta didik.
Meski demikian, Appi mengingatkan masih ada satu hal yang perlu ditunggu, aturan teknis dari pemerintah pusat berupa Peraturan Presiden (Perpres) baru. Regulasi ini nantinya akan menjadi payung hukum sekaligus pedoman teknis dalam pelaksanaan MBG di daerah.
“Kita masih menunggu regulasi Perpres yang akan keluar. Sambil menunggu, saya minta semua pihak berhati-hati dan memastikan seluruh proses MBG aman bagi siswa,” tegasnya.
Dengan pengawasan berlapis, kewajiban sertifikasi higienis, serta koordinasi lintas sektor, Pemkot Makassar menegaskan tidak ada ruang kompromi dalam menjaga kualitas Program Makan Bergizi Gratis. Semua penyedia, sekolah, dan pemangku kepentingan wajib patuh, demi menjamin anak-anak kota ini mendapat asupan sehat, bergizi, dan aman.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya penerapan protokol baku penanganan keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Budi menyebutkan sejumlah kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah, porsi makanan yang dibuat bermasalah. Gejalanya jelas, dan masa inkubasi sangat menentukan jenis racun apakah berasal dari bakteri atau bahan kimia.
Ia menekankan bahwa setiap kali ada laporan keracunan, protokol penanganan harus dijalankan cepat dan tepat, mulai dari identifikasi lokasi, jumlah korban, jenis keracunan, hingga memastikan penanganan medis.
“Prosedur tata laksana sudah baku dan teman-teman di daerah sudah tahu. Pastikan kalau ada keracunan, protokol segera dijalankan dan dilaporkan,” tegasnya.
Budi meminta sinergi antara Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan agar Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) diperkuat sebagai garda terdepan pencegahan.
“Sekolah harus memeriksa makanan yang datang, cek bau, warna, dan teksturnya. Jika ada tanda mencurigakan, jangan disajikan. UKS harus segera menghubungi puskesmas,” imbuh dia.
Ia juga mengajak pihak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah turut mendukung peningkatan kapasitas UKS agar tak hanya fokus pada edukasi, tetapi juga pengawasan dan penanggulangan dini keracunan makanan.
Budi menekankan pentingnya inspeksi kebersihan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai sumber utama pengolahan makanan.
“Dinas kesehatan harus memastikan bahan baku, proses masak, penyimpanan, dan kebersihan alat sesuai standar. Petugas harus mencuci tangan, memakai sarung tangan, dan berpakaian bersih,” jelasnya.
Dia menegaskan seluruh SPPG wajib mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Dari BGN sudah dikeluarkan instruksi agar penerbitan SLHS dipercepat.
“Targetnya satu bulan, bila perlu dua minggu. Dinas kesehatan harus jemput bola melakukan inspeksi,” tegas Budi.
Kemenkes telah menyederhanakan prosedur penerbitan SLHS agar bisa selesai maksimal 13 hari tanpa mengurangi standar.
Pemeriksaan meliputi kondisi dapur, kebersihan lingkungan, hingga sampel bahan makanan untuk trace back jika terjadi keracunan.
Untuk deteksi cepat, Budi meminta daerah memperkuat laboratorium kesehatan daerah dengan peralatan PCR untuk bakteri dan virus, serta toxicology lab untuk zat kimia.
“Kalau pakai kultur butuh waktu lama, jadi PCR wajib tersedia. Kami sedang menghitung biaya agar bisa menambah alat rapid test khusus bakteri dan kimia sebelum makanan didistribusikan,” pungkasnya.


















































