Wamendagri Sentil Kinerja Daerah Soal Krisis Iklim

16 hours ago 4
Wamendagri Sentil Kinerja Daerah Soal Krisis IklimWakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto, (Dok: Kabar Makassar).

KabarMakassar.com — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyampaikan kritik tajam terhadap belum seriusnya pelaksanaan komitmen iklim di tingkat daerah, meski Indonesia rutin hadir dalam forum lingkungan internasional seperti Conference of Parties (COP).

Hal ini disampaikannya saat menghadiri Green Leadership Forum di Hotel Sheraton Makassar, Selasa (29/07).

Bima menyebut masih terjadi kesenjangan besar antara partisipasi global dan aksi nyata lokal. Menurutnya, banyak kepala daerah yang hanya terlibat secara simbolik dalam isu perubahan iklim, tanpa membangun sistem yang utuh di wilayah masing-masing.

“Kalau kita rutin ikut COP tapi tidak membumikan secara nasional dan tidak diturunkan ke lokal, maka kita hanya jadi penonton global. Kita butuh eksekusi, bukan seremoni,” tegasnya.

Indonesia kini menghadapi ancaman nyata degradasi lingkungan. Berdasarkan data yang disampaikannya, Indonesia menempati peringkat ke-17 dalam daftar negara dengan kualitas udara terburuk berdasarkan indeks IQR. Sementara itu, 170 jenis flora dan 189 fauna sudah masuk dalam kategori terancam punah.

“Kalau kita tidak bergerak sekarang, kita hanya akan melaju menuju kehancuran ekosistem. Ini bukan isu teknis, tapi menyangkut masa depan generasi,” ujar mantan Wali Kota Bogor itu.

Bima menekankan, dua sektor paling relevan yang bisa segera dibenahi di daerah adalah transportasi dan limbah. Meskipun tak semua kota punya industri besar, tapi semua memiliki kendaraan dan masalah sampah.

Namun hingga kini, belum ada satu kota pun yang mampu menangani persoalan sampah dari hulu ke hilir secara menyeluruh.

“Di hilir, mungkin sudah ada insinerator dan pengolahan, di hulu ada bank sampah, tapi belum ada yang benar-benar terintegrasi secara sistemik. Jika dibandingkan dengan Jepang atau Korea Selatan, kita masih jauh tertinggal,” jelasnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya membangun green leadership kepemimpinan berbasis lingkungan yang tidak berhenti di workshop atau pelatihan, melainkan menjadi ekosistem kolaboratif yang melibatkan masyarakat, akademisi, dan sektor swasta.

“Jangan ada ego sektoral. Kepala daerah harus bisa memfasilitasi kerja bersama dengan komunitas, perguruan tinggi, dan mitra luar negeri. Di Bogor, kami undang IPB dan mitra dari Jepang untuk bantu susun baseline GRK. Kita harus paham dulu targetnya sebelum berlari,” katanya.

Ia menyebut bahwa pendekatan quadruple helix kolaborasi antara pemerintah, kampus, komunitas, dan swasta harus dihidupkan untuk mempercepat transisi hijau.

Wamendagri turut memuji Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah yang telah memiliki kebijakan tata kelola fiskal hijau paling maju, melalui pendekatan seperti TAPE dan KETADI yang bisa menjadi model nasional.

“Tapi kita sangat mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh Sulawesi Selatan saat ini,” Pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news