Warga Gugat UU Fakir Miskin, Tuduh Kebijakan Sosial Berpotensi Jadi Alat Kampanye

3 days ago 14
Warga Gugat UU Fakir Miskin, Tuduh Kebijakan Sosial Berpotensi Jadi Alat KampanyeDua Warga Pemohon Pengujian UU Pekerja Sosial dan UU Penanganan Fakir Miskin, (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Dua warga negara, Alif Rahman dan Usyman Affan, mengajukan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU Pekerja Sosial dan UU Penanganan Fakir Miskin ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka menilai aturan-aturan tersebut membuka celah penyalahgunaan kebijakan sosial sebagai alat kampanye politik karena tidak mengatur secara eksplisit prinsip netralitas dan independensi.

Permohonan yang teregister sebagai Perkara Nomor 218/PUU-XXIII/2025 itu menguji Pasal 2 dan Pasal 7 UU Pekerja Sosial serta sejumlah pasal kunci dalam UU Penanganan Fakir Miskin.

Menurut Pemohon, materi pasal-pasal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi, khususnya Pasal 1 ayat (2) dan (3), Pasal 22E ayat (1), Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Sebab tidak mengakomodir kepastian hukum dan dapat menimbulkan celah untuk adanya aktivitas penyalahgunaan perlindungan sosial oleh pemangku kebijakan, seperti menggunakan pekerja sosial untuk melakukan perlindungan sosial sebagai alat berkampanye,” ujar Alif dalam sidang pendahuluan di Ruang Sidang MK, Rabu (19/11).

Alif dan Usyman menilai tidak adanya pengaturan tegas terkait asas netralitas dan independensi dalam kedua undang-undang tersebut berpotensi menciptakan ketidakadilan dan merusak demokrasi.

“Jika asas netralitas dan independensi ditulis eksplisit, maka dapat meminimalisasi tafsir mencurigakan, termasuk pemberian kebijakan sosial di waktu yang tidak tepat,” jelas mereka.

Keduanya juga menyoroti fakta bahwa pelaksanaan pekerjaan sosial dan program penanganan fakir miskin dibiayai melalui APBN. Karena itu, menurut Pemohon, potensi penggunaan perlindungan sosial sebagai alat kampanye berarti ada risiko penyalahgunaan anggaran negara.

“Ini tentu merugikan negara serta warga yang berhak menikmati pemilihan yang jujur dan adil,” kata Alif.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK menyatakan sejumlah pasal dalam kedua undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila tidak dimaknai memasukkan prinsip netralitas dan independensi secara eksplisit. Salah satu contoh rumusan yang dimohonkan adalah perubahan Pasal 2 UU Pekerja Sosial untuk memasukkan asas netralitas dan independensi ke dalam daftar asas praktik pekerjaan sosial.

Sidang pendahuluan dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Enny Nurbaningsih dan Arsul Sani. Dalam nasihatnya, Arsul meminta Pemohon mempelajari keseluruhan pasal dalam kedua undang-undang tersebut sebelum mengajukan perbaikan permohonan.

“Di Pasal 46, pekerja sosial membentuk organisasi yang independen dan menyusun kode etik. Jangan-jangan soal netralitas dan independensi diatur di sana,” kata Arsul.

Panel Hakim memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan. Batas waktu penyerahan perbaikan adalah Selasa, 2 Desember 2025.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news