Warga Makassar Tolak Pembangunan PLTSa di Permukiman Padat

1 month ago 20
Warga Makassar Tolak Pembangunan PLTSa di Permukiman PadatMasa Aksi Demo Tuntut Lokasi PLTSa, (Dok: Sinta Kabar Makassar).

KabarMakassar.com — Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Makassar, memicu gelombang penolakan dari warga.

Puluhan orang yang tergabung dalam berbagai elemen masyarakat turun ke jalan pada Rabu (06/08), menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kota Makassar.

Aksi itu diikuti oleh orang tua siswa, guru, tokoh masyarakat, dan aktivis lingkungan. Mereka menolak pembangunan fasilitas pengolahan sampah berbasis insinerator di tengah lingkungan permukiman padat yang juga berdekatan dengan sekolah.

“Ini bukan hanya soal proyek infrastruktur, ini menyangkut masa depan dan keselamatan anak-anak kami. Kami tidak ingin mereka tumbuh di lingkungan yang penuh asap beracun,” teriak salah seorang masa akasi.

Kemudian di tengah kerumunan massa, seorang pria tampak mengangkat papan bertuliskan ‘Kampung Bukan Tempat Sampah’ dengan warna merah dan biru mencolok.

Sementara itu, barisan perempuan tampak memimpin orasi menggunakan megafon, menggaungkan yel-yel penolakan. Poster-poster bertuliskan ‘Kami Menolak Pembangunan PLTSa di Wilayah Pemukiman Kami’ dan ‘Rela Mati untuk Masa Depan’ dibentangkan sebagai bentuk protes yang menggambarkan keseriusan kekhawatiran masyarakat.

Koordinator aksi, Hj Asiz, menyebut bahwa proyek PLTSa yang akan dibangun oleh PT Sarana Utama Energy (PT SUS) merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018.

Namun menurutnya, proyek ini tidak selaras dengan semangat keberlanjutan dan perlindungan masyarakat.

“Ini adalah darurat krisis ekologi. Kami menolak pembangunan insinerator PLTSa di wilayah kami, dan mendesak agar seluruh proses perizinannya dihentikan. Pemerintah jangan mengorbankan rakyat demi proyek yang tidak jelas dampaknya,” kata Hj Asiz.

Katanya, Warga menilai bahwa keberadaan PLTSa di wilayah padat penduduk melanggar prinsip keadilan ekologis.

Proses pembakaran dalam insinerator, menurut mereka, menghasilkan emisi berbahaya seperti partikel PM 2,5, dioksin, dan furan senyawa yang dikenal sangat karsinogenik dan berbahaya bagi sistem kekebalan tubuh serta perkembangan anak-anak.

“Polutan dari insinerator tidak hanya berhenti di lokasi pembangunan. Gas dan partikulatnya akan terbawa udara, menyebar luas, mencemari tanah, air, dan akhirnya masuk ke tubuh manusia lewat rantai makanan. Kami tidak mau anak cucu kami jadi korban eksperimen industri,” ujarnya.

Menurutnya, kekhawatiran ini dirasakan oleh ribuan warga di wilayah terdampak, yakni Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia. Mereka menolak keras proyek ini karena dinilai akan menurunkan kualitas hidup, mencemari sumber air, serta memperburuk kesehatan masyarakat.

Tak hanya berdampak pada lingkungan, warga juga menyoroti beban anggaran yang akan ditanggung pemerintah. Dalam skema PLTSa, biasanya operator swasta meminta jaminan pembayaran tipping fee dari pemerintah daerah selama masa operasi, yang bisa berlangsung hingga 30 tahun.

“Kalau proyek ini jalan, Pemkot harus bayar tipping fee setiap tahun. Itu duit rakyat. Daripada uangnya habis untuk bakar sampah, lebih baik digunakan untuk program pendidikan, kesehatan, atau pengembangan sistem pengelolaan sampah yang benar-benar berkelanjutan,” lanjut Hj Asiz.

Lebih jauh, ia juga mengkritisi proses perencanaan proyek yang dinilainya cacat sejak awal. Menurutnya, sosialisasi yang dilakukan oleh PT SUS tidak melibatkan seluruh warga terdampak dan tidak mencerminkan semangat partisipasi publik.

“Beberapa pertemuan yang katanya sosialisasi itu, tidak melibatkan perwakilan sah masyarakat. Kami anggap itu ilegal dan hanya formalitas semata. Ini tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan dan keadilan dalam pengambilan keputusan publik,” tegasnya.

Ia menilai bahwa pendekatan yang digunakan dalam sosialisasi berisiko menciptakan praktik tokenisme, di mana hanya segelintir pihak dilibatkan secara simbolik, tanpa benar-benar merepresentasikan aspirasi komunitas secara menyeluruh.

Aksi protes itu diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap dari Aliansi Gerakan Rakyat Menolak Lokasi PLTSa (GERAM PLTSa). Dalam pernyataannya, mereka menyatakan dengan tegas:

“Kami menolak keras pembangunan PLTSa oleh PT SUS di lingkungan Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia. Kami mendesak Pemerintah Kota Makassar untuk meninjau ulang rencana pembangunan tersebut, dan meminta DPRD Kota Makassar untuk berpihak kepada rakyat dengan menghentikan proyek ini demi keselamatan warga dan lingkungan.” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news