Ilustrasi gigi sehat (Dok: Int)KabarMakassar.com — Bruxism adalah kondisi di mana seseorang secara tidak sadar menggeretakkan atau menggesekkan giginya.
Kebiasaan ini dapat dialami oleh siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa, dan sering kali tidak disadari oleh penderitanya.
Walau terlihat sepele, bruxism yang berlangsung terus-menerus tanpa penanganan dapat menyebabkan kerusakan serius pada gigi.
Selain berdampak pada struktur gigi, kebiasaan tersebut juga bisa memengaruhi kesehatan mulut dan rahang secara keseluruhan.
Pada banyak kasus, bruxism dapat muncul secara spontan saat seseorang mengalami tekanan mental, seperti saat berkonsentrasi tinggi, merasa cemas, atau mengalami stres berat.
Faktor psikologis merupakan salah satu pemicu utama munculnya kebiasaan ini. Bruxism sendiri bisa terjadi baik saat seseorang sedang terjaga (awake bruxism) maupun saat tidur (sleep bruxism).
Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa bruxism yang terjadi saat tidur lebih umum dan cenderung lebih sulit disadari oleh penderitanya.
Sleep bruxism acap kali tidak terdeteksi karena terjadi tanpa kesadaran. Hal ini membuat banyak orang baru menyadari kondisinya usai mengalami gejala atau komplikasi, seperti gigi aus, nyeri rahang, atau gangguan tidur.
Diketahui, pada tahap awal, bruxism mungkin tidak menunjukkan dampak kesehatan yang signifikan. Akan tetapi, jika dibiarkan, kondisi ini dapat berkembang menjadi masalah yang lebih serius, termasuk kerusakan gigi permanen, gangguan sendi rahang (TMJ), dan nyeri kepala kronis.
Rasa tidak nyaman pada rahang, kesulitan membuka mulut secara penuh, hingga munculnya suara ‘klik’ ketika menggerakkan rahang bisa menjadi indikasi bahwa bruxism telah menyebabkan gangguan struktural pada sendi rahang.
Kebanyakan penderita bruxism tidak menyadari jika mereka mengalami kondisi ini hingga komplikasi mulai muncul. Oleh sebab itu, penting untuk mengenali tanda-tanda awal, seperti nyeri rahang saat bangun tidur atau keausan pada gigi.
Dengan mengenali penyebab serta gejala bruxism sejak dini, kita dapat mengambil langkah pencegahan dan pengobatan yang tepat. Konsultasi dengan dokter gigi atau spesialis terkait amat dianjurkan untuk menghindari dampak jangka panjang dari kondisi ini.
Gejala Bruxism
Melansir Alodokter, beberapa gejala umum yang kerap muncul akibat bruxism diantaranya adalah:
- Permukaan gigi dapat menjadi rata atau aus
- Gigi menjadi lebih sensitif atas suhu atau tekanan
- Ketegangan terjadi pada otot rahang
- Sakit kepala yang acap kali berulang
- Nyeri gigi yang bisa menjalar hingga ke telinga
Bruxism yang terjadi saat tidur atau sleep bruxism tidak hanya berdampak pada penderitanya, tetapi juga bisa mengganggu pasangan tidur.
Suara gemeretak gigi yang ditimbulkan bisa membangunkan penderita secara tiba-tiba maupun mengganggu kualitas tidur orang di sekitarnya.
Penderita sleep bruxism biasanya juga memiliki kebiasaan lain yang berkaitan dengan gangguan tidur, seperti mendengkur atau mengalami henti napas sesaat saat tidur (sleep apnea).
Kombinasi gangguan ini mampu memperburuk kualitas tidur dan meningkatkan risiko komplikasi jangka panjang jika tidak segera ditangani.
Pengobatan Bruxism
Pada kebanyakan kasus, termasuk pada anak-anak, bruxism tak hanya memerlukan penanganan khusus. Pengobatan akan dilakukan ketika kebiasaan menggeretakkan gigi sudah terlalu parah dan menimbulkan kerusakan pada gigi.
Beberapa tindakan yang bisa dilakukan dokter adalah:
- Pemberian pelindung gigi ketika tidur untuk mencegah kerusakan gigi yang makin parah
- Pemasangan crown gigi baru dalam memperbaiki gigi yang sudah rusak parah
- Pemberian obat pelemas otot untuk dikonsumsi sebelum tidur agar otot rahang menjadi relaks
- Suntik botox pada rahang untuk melemaskan otot rahang yang berada dalam kondisi kaku
- Pemberian obat pereda nyeri dalam mengatasi nyeri rahang dan nyeri wajah
- Pemasangan splinting gigi
Selain beberapa metode di atas, dokter juga akan menyarankan pasien agar mengompres dan melakukan pijatan ringan di otot rahang yang sakit.
Seperti yang sudah diketahui, bruxism dapat dipicu oleh kondisi lain, seperti penyakit atau penggunaan obat tertentu. Oleh sebab itu, dokter juga akan mengatasi pemicu bruxism tersebut bila ditemukan.
Untuk bruxism yang disebabkan oleh stres atau kecemasan, sejumlah terapi juga akan disarankan untuk mengurangi kebiasaan menggeretakkan gigi. Terapi yang bisa dilakukan antara lain:
- Terapi untuk mengurangi stres serta kecemasan, seperti meditasi dan yoga.
- Terapi biofeedback dengan bantuan elektromiografi, untuk membiasakan pasien merelakskan otot rahang tiap kali otot menegang.
- Terapi perubahan perilaku, agar membiasakan pasien menghentikan bruxism setiap kali ia menyadarinya.
Apabila bruxism tidak membaik dengan terapi di atas, dokter akan merujuk pasien ke psikiater. Pemberian obat anticemas atau antidepresan jangka pendek yang disertai dengan terapi perilaku kognitif mampu membantu pasien mengendalikan kecemasan dan kebiasaannya dalam menggeretakkan gigi.


















































