ilustrasi (dok. KabarMakassar)KabarMakassar.com — Pegiat literasi dan pendidikan keluarga Harnita Rahman mengingatkan bahwa setiap anak berhak untuk hidup dalam keamanan dan tanpa rasa takut.
Hal itu dia sampaikan saat memaparkan materi Edukasi Pencegahan dan Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual yang digelar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar di Aula Kantor Camat Panakkukang, Kamis (06/11/2025).
Di hadapan peserta yang didominasi pengemudi ojek online perempuan dan juru parkir, Harnita memaparkan materinya yang berjudul “Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual: Tugas Bersama.”
Dia menyebut bahwa kekerasan seksual tidak mengenal tempat karena bisa terjadi di rumah, sekolah, maupun di tempat umum. Menurutnya, kesadaran dan pengetahuan mengenai tanda-tanda kekerasan sangat penting untuk memastikan keselamatan anak-anak.
Dia menegaskan bahwa kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan yang merendahkan, melecehkan, menghina, dan menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang yang mengakibatkan penderitaan mental dan fisik.
“Tindak kekerasan seksual dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapa saja, termasuk istri atau suami, orang tua, pacar, saudara kandung, kerabat dekat, teman, hingga orang yang tidak dikenal sama sekali,” paparnya dalam presentasi tersebut.
Harnita menjelaskan, kekerasan seksual terdiri dari berbagai bentuk yang dapat terjadi di mana saja dan kepada siapa saja.
“Bentuknya dapat berupa tindakan fisik yang melibatkan kontak langsung, nonfisik seperti ancaman atau intimidasi, eksploitasi anak untuk kepentingan orang dewasa, serta kekerasan seksual berbasis digital yang dilakukan melalui media daring dan internet,” ucapnya.
Dia juga memaparkan contoh bentuk kekerasan seksual seperti eksibisionisme atau memperlihatkan alat kelamin kepada anak di bawah umur, melakukan kontak fisik seperti memegang atau menyentuh, melakukan hubungan intim dengan anak, masturbasi di hadapan anak, hingga memaksa anak untuk melakukan hal serupa.
Selain itu, percakapan cabul, pesan teks, interaksi digital bermuatan seksual, hingga memproduksi atau membagikan gambar pornografi anak juga termasuk kekerasan seksual.
“Kadang gambar-gambar porno di grup WhatsApp itu dianggap sebagai bahan bercandaan tapi itu sebenarnya sudah masuk ranah kekerasan seksual,” tegas Harnita.
Dalam paparannya, Harnita mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai tanda-tanda anak yang mungkin mengalami kekerasan. Mulai dari perubahan perilaku, tanda-tanda fisik, tanda emosi, hingga perubahan bahasa.
“Anak menunjukkan perubahan signifikan dalam perilaku sehari-hari, anak mungkin memiliki memar atau luka yang tidak terjelaskan, anak terlihat sedih atau cemas lebih sering dari biasanya, dan anak mungkin sulit berbicara atau mengungkapkan perasaan,” pungkasnya.
Sementara itu, kasus kekerasan di Kota Makassar masih menjadi persoalan serius yang membutuhkan perhatian bersama.
Kepala Bidang Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar, Isnaniah Nurdin menuturkan, berdasarkan data sepanjang tahun 2024, angka kekerasan seksual terhadap anak tercatat mendominasi dari keseluruhan laporan yang masuk.
“Kalau kita berbicara mengenai angka kekerasan di Kota Makassar, kita membandingkan data dari tahun 2024 dengan tahun 2025. Tahun 2024 itu dari Januari sampai Desember ada 520 kasus. Dan lebih dari setengahnya itu adalah angka kekerasan terhadap anak, lebih spesifik lagi angka kekerasan seksual terhadap anak,” ujarnya.
Memasuki tahun 2025, tren kekerasan justru menunjukkan peningkatan. Data dari UPTD-PPA Kota Makassar mencatat jumlah kasus hingga September telah melampaui total laporan sepanjang tahun sebelumnya.
“Tahun 2025 terjadi peningkatan dari data yang kami himpun melalui UPTD-PPA Kota Makassar sejak Januari hingga September 2025 sudah ada 580 kasus. Dan lebih dari setengahnya juga adalah kekerasan terhadap anak, spesifik lagi adalah kekerasan seksual terhadap anak,” tuturnya.
Peningkatan jumlah kasus tersebut menunjukkan bahwa kekerasan, terutama terhadap anak, masih terjadi hampir setiap hari. Kondisi ini menggambarkan beban besar yang harus ditangani oleh lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak di Makassar.
“Dengan angka ini kita bisa rata-ratakan dalam 1 hari ada 2 kasus yang ditangani oleh teman-teman di UPTD-PPA Kota Makassar,” pungkas Isnaniah.


















































