Harianjogja.com, BANTUL—Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bantul mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten untuk melakukan evaluasi total, baik terkait dengan 36.029 surat suara tidak sah atau 6,5 persen dari jumlah pengguna hak pilih dan pengembalian sebanyak 19.000-an undangan memilih pada Pilkada Bantul 2024.
Selain itu, Bawaslu juga meminta kepada KPU untuk kesatria mengakui jika sosialisasi dan pendidikan politik yang dilakukan selama ini tidak maksimal. “Ya [tidak usah membela diri]. Jika perlu dievaluasi ya, harus dievaluasi,” kata Ketua Bawaslu Kabupaten Bantul Didik Joko Nugroho, Selasa (3/12/2024).
Didik menegaskan, KPU perlu melakukan evaluasi total dan komprehensif terkait dengan penyelenggaraan Pilkada Bantul 2024. Komprehensif yang dimaksudkan oleh Didik adalah tingkat partisipatif yang turun sekitar 77,6 persen, atau dibawah Pilkada 2020 yang mencapai 82 persen. Selain itu, juga ada sekitar 36.029 surat suara tidak sah dan pengembalian sebanyak 19.000-an undangan memilih.
BACA JUGA : Hasil Rekap Kabupaten Pilkada Bantul, Halim-Aris Unggul
“Untuk itu harus dilihat dari berbagai macam sisi. Ada satu sisi apakah ada pengaruh berkaitan dengan misal intensitas politik dan pendidikan pemilih yang dilakukan oleh pemilih yang dilakukan oleh KPU,” papar Didik.
Selain itu, evaluasi juga dilakukan dengan melihat pemetaan TPS. Apakah TPS tersebut telah dilakukan rasionalisasi. “Karena jumlah pemilih per TPS kan ada aturannya di Pilkada. Apakah ada pengaruhnya juga,” katanya.
Berikutnya, evaluasi juga harus melihat apakah waktu Pemilu dan Pilkada yang pendek berpengaruh terhadap psikologis pemilih. Termasuk, psikologis dari peserta Pilkada. “Ini yang kemudian, hal-hal ini harus dievaluasi dan didalami secara komprehensif,” kata Didik yang juga mantan Ketua KPU Bantul 2019-2024 ini.
Terkait dengan pengembalian 19.000an undangan memilih pada Pilkada Bantul, Didik melihat apakah hal ini sudah didalami dan apakah sudah dikasifikasikan. Karena dalam C1 pemberitahuan tersebut ada beberapa yang harus dilakukan oleh penyelenggara teknis.
“Ketika pemilih itu sudah meninggal maka C pemberitahuan tidak bisa diberikan. Ketika pemilih sudah pindah domisili dan keluar dari Bantul, C pemberitahuan juga tidak bisa diberikan. Jika diberikan, khawatirnya akan disalah gunakan.” papar Didik.
BACA JUGA : Pastikan Situasi Kondusif Usai Pilkada 2024, Polres Bantul dan TNI Lakukan Patroli
Oleh karena itu, Didik menyatakan KPU harus bisa mempertanggungjawabkan terkait dengan C pemberitahuan itu kenapa dikembalikan. Dan, KPU juga harus bisa memastikan jika pengembalian C pemberitahuan di dukung data yang akurat. “Ketika meninggal ya benar-benar meninggal. Ketika dia pindah domisili ya dia benar-benar pindah domisili,” ungkap Didik.
Sejauh ini, Didik mengakui jika proses terkait dengan kebenaran data terkait C pemberitahuan telah dilakukan oleh pengawas di tingkat kalurahan. Karena kewenangan C pemberitahuan ada di ranah PPS. “Jadi memang perlu evaluasi yang komprehensif. Ya, jika perlu dievaluasi harus dievaluasi,” ucap Didik.
Didik menambahkan, Bawaslu Kabupaten Bantul sendiri ke depan paska penetapan hasil adalah mengantisipasi kemungkinan adanya sengketa hasil. Selain itu, Bawaslu juga akan melakukan evaluasi di jajaran Bawaslu terkait pelaksanaan pengawasan, mulai sejak pemutakhiran data pemilih, evaluasi pengawasan kampanye, evaluasi pemungutan hingga rekapitulasi hasil. “Itu semua akan kami lakukan,” kata Didik.
Sementara Ketua KPU Kabupaten Bantul Joko Santosa mengatakan terkait dengan 19.000-an undangan memilih yang dikembalikan, karena yang bersangkutan benar-benar tidak ditemukan. Setelah dilakukan klarifikasi memang yang bersangkutan tidak ada disitu.
“Sudah ditanyakan ke dukuh, dan RT setempat memang yang bersangkutan tidak ada disitu. Ya, memang alamatnya disitu, alamat KTP ada, tapi yang bersangkutan tidak ada disitu,” ucap Joko.
Joko menegaskan 19.000-an undangan memilih yang dikembalikan ada di daftar pemilih tetap (DPT), tapi setelah dicek orangya tidak ditemukan. Sementara untuk 36.029 surat suara tidak sah, Joko menandaskan jika banyak ditemukan surat suara yang tidak dicoblos, dicoblos di tiga gambar paslon, lalu ada yang dicoblos di luar kotak.
“Itu yang membuat banyak surat suara yang tidak sah. Dari rekapitulasi di tingkat kapanewon, 98 persen sudah terkonfirmasi itu surat suara tidak sah,” ucap Joko.
KPU dinilai Gagal
Sementara saksi paslon nomor urut 3, Joko Purnomo dan Rony Wijaya, Adip Setiyono menilai jika KPU Kabupaten Bantul gagal dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat pada Pilkada Bantul 2024. Adip menilai, bukti kegagalan dari KPU adalah adanya 19.000-an surat undangan untuk memilih yang tidak sampai ke tangan pemilih dan harus dikembalikan.
“Lalu, surat suara tidak sah mencapai 36.029 surat suara. Lalu, kami menemukan ada pemilih tidak dikenal dan ada juga satu pemilih yang memiliki NIK Gunungkidul tapi bisa mencoblos di Bantul,” tandasnya.
Atas dasar tersebut, Adip mengaku pihaknya saat ini tengah melakukan koordinasi dengan tim hukum paslon 03 terkait pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu akan lebih mengarah kepada proses, di mana ada 19.000-an surat undangan untuk memilih yang tidak sampai ke tangan pemilih dan harus dikembalikan dan 36.029 surat suara tidak sah. “Jadi lebih kepada prosesnya,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News